MEMBANGUN KABUPATEN BARU ”NIAS BARAT”
MEMBANGUN
KABUPATEN BARU ”NIAS BARAT”
”Bagaikan Berjalan di Tempat yang Gelap”
Oleh: Drs. Manahati
Zebua, M.Kes., MM.
Sebuah
tulisan yang ditulis di tahun 2009 yang lalu
A.
PENGANTAR
Sebelum saya masuk pada substansi dari paper ini, terlebih dahulu saya
jelaskan mengenai topik paper ini supaya para pembaca tidak salah arah, tetapi
mampu memahami bagaimana memulai sesuatu yang mungkin tidak bisa menjadi
”bisa”. Untuk menjadikan ”bisa” tentu membutuhkan komitmen dan kerja keras
serta berpandangan bahwa tugas membangun Nias Barat merupakan sebuah amanah
untuk kepentingan orang banyak.
Harus dipahami bahwa tidak semua orang berani berjalan di tempat gelap,
karena seakan-akan dunia ini mau kiamat, tidak ada harapan dan mungkin tidak
akan selamat sampai tujuan. Menghadapi sebuah kegelapan dapat membuat orang
takut dan ngeri, dan kalau boleh lebih baik menghindar karena tidak akan
memberikan suatu harapan. Pandangan ini disuarakan oleh mereka yang matanya
bagus dan jernih, sehingga mereka berpandangan bahwa yang namanya gelap ya
tidak ada kehidupan, tidak akan mendapatkan keberhasilan apapun yang diperbuat.
Tetapi bagi mereka yang sejak lama sudah tidak dapat melihat dan belum pernah
merasakan terang, mereka biasa-biasa saja bahkan tidak pernah menunjukkan
ketakutan dan kengerian. Mereka berjalan di tempat yang gelap dengan cara: 1.
Berjalan dengan naluri; 2. Melihat cita-cita dan bukan masalah; 3. Disiplin; 4.
Yakin sehingga timbul motivasi; dan 5. Berani.
Nah, untuk membangun Nias Barat, sebaiknya kita bertindak sebagai orang
buta, yaitu banyak mendengar suara sesama manusia atau masyarakat sehingga
mampu berjalan dan membangun dengan menggunakan naluri berbasis data demografis
dan geografis. Fokuskan pada pencapaian cita-cita yaitu mau mensejahterakan
masyarakat dan bukan bingung terhadap masalah, disiplin dan komit pada
pencapaian cita-cita, serta yakin dan berani bertindak demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat Nias Barat.
1. Kilas
balik pada waktu belajar di SD dan SMP
Saya bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Hilidaura di kampung Mazingo selama 5
tahun (masih duduk di kelas 5 disuruh ikut ujian tamat SD dan lulus), dan
melanjutkan di SMP Mandrehe (swasta) yang menempati gedung SD, jadi gedung
tersebut digunakan adik-adik SD pada pagi hari dan SMP pada sore hari. Keadaan
ini saya sampaikan sehubungan dengan banyak mendengar cerita pada waktu itu
bahwa di Negara Malaysia banyak membutuhkan tenaga guru dan dokter dari Negara
Indonesia. Kondisi ini tentu sangat membanggakan bangsa Indonesia pada waktu itu,
karena ada kesan bahwa orang Indonesia itu pintar-pintar, sampai-sampai profesi
guru, dokter dan mungkin profesi lain mendapat tempat di Negara bekas jajahan
Inggeris tersebut. Setelah sekian tahun meninggalkan Pulau Nias, ternyata dapat
informasi baru dari Negara Malaysia bahwa pada waktu menerima beberapa tenaga
profesi guru dan dokter dari Indonesia, pada waktu yang sama pemerintah
Malaysia memberikan bea siswa kepada mahasiswa Malaysia untuk melanjutkan studi
di Inggeris dan Amerika sesuai kebutuhan Negara Malaysia pada waktu itu. Apa
yang terjadi setelah itu dan sampai sekarang? Ternyata saya memiliki kesan
bahwa orang-orang Malaysia masih lebih pintar dari orang-orang Indonesia,
bahkan Negara Malaysia masih lebih maju ketimbang Negara Indonesia. Buktinya? Pemilik perkebunan kelapa sawit di
wilayah Sumatera dan Kalimantan sebagian dikuasai orang-orang Malaysia,
perdagangan dan perbankan dikuasai Malaysia termasuk alat-alat perang juga
Malaysia lebih unggul. Jadi apabila SDM-nya memiliki kompetensi termasuk
berjiwa wirausaha, maka menurut Ciputra, (2008: 113) dalam bukunya Quantum Leap: Bagaimana Entrepreneurship
Mengubah Masa Depan Anda dan Masa Depan Bangsa, bahwa ”SDM tersebut dapat mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas”.
2. Belajar
pada Kabupaten Tenggarong Kalimantan Timur
Pada bulan Desember tahun 2007 saya berkesempatan memberikan pelatihan
tentang emotional quotient (EQ) selama 5 hari kepada karyawan perawat RSUD A.M.
Parikesit di Kabupaten Tenggarong Kalimantan Timur. Daerah ini tergolong kaya
dan banyak hotel-hotel bagus yang telah beroperasi di sana. Kabupaten
Tenggarong ini memiliki satu jembatan bagus yang pada waktu malam hari dipenuhi
lampu-lampu hias yang sangat menarik seperti keadaan beberapa jembatan yang
terdapat di Perth Australia Barat.
Sebagai sebuah Kabupaten kaya tentu pembangunan infrastruktur menjadi
prioritas seperti jalan, jembatan, PAM, PLN, dan pelabuhan udara, bahkan
pemerintah disana banyak memberikan kendaraan dinas kepada aparat pemerintah
dan kendaraan roda dua kepada aparat desa dan pengurus Mesjid. Tujuannya
adalah supaya dapat melakukan pekerjaan pelayanan secara optimal kepada
masyarakat. Sehubungan dengan pendapatan daerah yang berlimpah, akhirnya ada
kesan bahwa pemerintah daerah bagaikan ”sinterklas” yang suka membagi-bagikan
uang kepada masyarakat yang membutuhkan, bahkan masyarakat diberi kesempatan
bisa mengunjungi Bupatinya apabila mengalami permasalahan terutama yang
berkaitan dengan ”uang”. Informasi ini merupakan informasi dari beberapa sumber
yang saya kumpulkan selama berada di Kabupaten Tenggarong. Dampak dari model
ini, yaitu masyarakat kurang diberdayakan, pasif, sehingga seakan-akan yang
bertanggungjawab dalam hal pembangunan daerah adalah hanya pemerintah Kabupaten
Tenggarong saja.
3. Belajar
pada Kabupaten Kebumen Jawa Tengah
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu Kabupaten dari 4 atau 5 Kabupaten
termiskin di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kondisi ini menunjukkan tanda-tanda
kegelapan dimana-mana, warganya serba mengeluh dalam hal pendidikan dan
kesehatan. Kehidupan masyarakatnya banyak tergantung dari hasil pertanian dan
pariwisata, itupun masih sering dilanda banjir. Bupati Kebumen pada waktu itu,
dan sekarang menduduki posisi Wakil Gubernur Jawa Tengah, sedikit bingung
bagaimana memulai pembangunan masyarakat Kebumen yang termasuk masyarakat
miskin tersebut. Untungnya Beliau seorang lulusan Magister (M.Si) dari
Universitas Gadjah Mada. Beliau memiliki ide brilian yaitu mengundang
orang-orang Kebumen yang ada dan telah berhasil di Jakarta untuk memberikan
ide-ide bagaimana sebaiknya membangun masyarakat Kebumen. Mereka yang diundang
yaitu para ahli hukum, ahli sistem informasi, ahli ekonomi, ahli pendidikan dan
ahli-ahli yang lain.
Hasilnya Bupati memulai dari Sistem Informasi Manajemen (SIM), dengan
tujuan setiap keputusan-keputusan Bupati supaya segera diketahui oleh para
Camat dan para Lurah, sehingga segera bisa diselenggarakan dengan baik.
Selanjutnya Beliau bergerak dalam bidang pembangunan pendidikan mulai dari SD,
SMP, dan SMA. Pimpinan sekolah yang kurang berkinerja dan guru yang sudah
terlalu lama mengajar di sekolah tertentu, dievaluasi dan kalau perlu
dipindahkan, ditatar kembali, dan atau pimpinan sekolah diangkat yang baru.
Bangunan gedung sekolah termasuk perpustakaan mendapat perhatian serius dari
Bupati. Beliau mengajak masyarakat Kebumen untuk bergotong royong yaitu Lurah
dan Camat mencatat warganya yang bersedia menjadi tukang, menyediakan semen,
batu bata, besi, seng, kayu, batu dan kerikil, paku dan lain-lain. Ternyata
hasil gotong royong masyarakat bisa memenuhi 2/3 kebutuhan, sehingga Pemda
tinggal menyediakan dana 1/3-nya. Model ini sangat mempercepat perbaikan mutu
pendidikan serta masyarakat merasa memiliki karena mereka ikut membangun. Setelah
itu baru memperhatikan pertanian termasuk penyediaan bibit dan pupuk, dan
perbaikan birokrasi supaya memiliki jiwa pelayanan kepada masyarakat Kebumen.
4. Belajar
pada Kota Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Walikota Yogyakarta telah dikenal sebelumnya bahwa Beliau seorang pengusaha
yang sudah sukses. Berdasarkan latar belakang Beliau, maka Beliau menempatkan
diri bukan sebagai ”Kepala” tetapi sebagai ”Mitra Kerja” bagi Dinas-dinas dan
masyarakat kota Yogyakarta. Saya bertemu Beliau di sebuah seminar Taman
Pendidikan yang dilaksanakan di hotel Saphir, dan Walikota Yogyakarta sebagai
Narasumber. Beliau pada waktu itu mengajak peserta seminar untuk berdiskusi
mengenai ide yang mendasari pembangunan Taman Pendidikan yang telah diresmikan
Presiden SBY (waktu itu), termasuk hal-hal lain yang dipandang peserta seminar
bermanfaat. Peserta seminar Taman Pendidikan berasal dari beberapa Kota dan
Kabupaten di Indonesia.
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hasil diskusi tersebut, yaitu:
a. Indeks
pengembangan sumber daya manusia (SDM) diperhatikan sejak anak berada dalam
kandungan. Pemerintah mendorong ibu-ibu yang sedang hamil agar memiliki derajat
kesehatan yang baik melalui program peningkatan status gizi ibu hamil dan
frekuensi pemeriksaan ibu hamil. Tujuan agar ibu bisa melahirkan dengan baik
serta melahirkan anak yang berat badannya normal dan menjadi anak yang mumpuni di
masa depan (sebagai generasi penerus pembangunan). Setelah lahir, maka langkah
program pemerintah berikutnya adalah penyuluhan pemberian air susu ibu (ASI)
eksklusif sampai 6 bulan, pelaksanaan program pos Yandu di Puskesmas dan
pemberian makanan tambahan sehingga anak dapat tumbuh dengan normal. Langkah
pemerintah selanjutnya adalah pemantapan sekolah TK, SD, SMP, dan SMA, baik
prasarana dan sarana termasuk peninjauan kurikulum yang sangat dibutuhkan anak-anak.
Pendidikan anak dari 0 – 8 tahun merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spritual) sosio emosional
(sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak-anak.
Menyangkut biaya pendidikan, hal yang dilakukan bukan memberikan pendidikan
yang gratis kepada anak-anak, tetapi berupaya memberikan pendidikan yang
”terjangkau” bagi anak-anak. Untuk mendukung berbagai kegiatan di atas, sangat
dibantu tersedianya ”data base” kependudukan terutama bagi ibu-ibu yang sedang
hamil, anak-anak yang sudah dilahirkan, anak-anak yang tidak mampu dalam hal
pembiayaan pendidikan, dan lain sebagainya. Fokusnya adalah pemerintah berusaha
memantau mengenai perkembangan tingkat kependudukan beserta kebutuhan-kebutuhan
yang relevan bagi pertumbuhan anak-anak di masa yang akan datang.
b. Melakukan
penyuluhan kepada Kepala-kepala Dinas di lingkungan Pemda bahwa keberadaan
Dinas-dinas tersebut akan berhasil dalam segala programnya apabila terjadi
kerjasama antar Dinas. Keberadaan Dinas, bagaikan ”mata rantai” yang apabila
satu mata rantai tidak berfungsi, maka Dinas tersebut tidak bakal berhasil.
Berkaitan dengan keberadaan Dinas, maka seyogyanya Dinas tidak mengurus masalah
”izin usaha” tetapi fokus pada fungsi utama dari Dinas itu sendiri. Mengenai
masalah izin usaha, sebaiknya diberikan kepada ”Dinas Perizinan Usaha” agar
penanganannya cepat tidak berbelit-belit
dan mudah tidak terlalu lama.
c. Kepemimpinan
Walikota, menerapkan ”kepemimpinan wakaf”. Artinya, memberikan apa yang
dimiliki apabila berhubungan dengan kepentingan publik, dan berbuat sesuatu sebagai
amanah untuk kepentingan publik. Beliau sudah biasa melakukan sharing
dengan Dinas-dinas sebelum mengeluarkan sebuah keputusan menyangkut kepentingan
publik, sehingga kalau nanti akan menimbulkan banyak pertanyaan dari
masyarakat, semua Dinas bisa memberikan jawaban secepatnya sehingga masyarakat
bisa memaklumi dan mendukung.
d. Hal
yang utama dan paling utama dimiliki oleh Kepala Dinas dan yang sederajat
adalah mengkedepankan jiwa wirausaha atau mewirausahakan birokrasi. Oleh karena
itu, SDM yang boleh duduk dalam jabatan Kepala Dinas adalah mereka-mereka yang
sudah memiliki pendidikan Magister Manajemen atau Magister lain sesuai
kebutuhan, berbasis ”kewirausahaan dan manajemen”. Setiap Kepala Dinas harus
dipacu untuk memiki kreativitas dalam memikirkan dan memajukan fungsi dan tugas
dari Dinasnya, kalau diperlukan setiap 3 bulan Kepala Dinas diminta presentasi
mengenai upayanya untuk mengembangkan tugas Dinasnya.
5. Belajar
pada Rumah Sakit yang dijadikan tujuan studi banding dari berbagai rumah sakit
di Indonesia
Sejak tahun 1999 saya diberi peluang oleh Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk mengajar pada Magister Manajemen
Rumahsakit, Magister Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Magister Kesehatan
Lingkungan, dan Magister Kesehatan Kerja. Kebanyakan mahasiswanya Direktur
rumah sakit, Wakil Direktur atau Kepala Dinas Kesehatan dan Sub Dinas. Banyak
hal yang didiskusikan melalui pemecahan kasus. Selain dari itu, setiap bulan
saya diminta sebagai Narasumber pada beberapa kegiatan lokakarya manajemen
kesehatan yang diadakan di Kota Yogyakarta, dan banyak bertemu dan berdiskusi
dengan peserta lokakarya yang banyak menentukan kebijakan pada pelayanan
kesehatan.
Hasil dari berbagai diskusi tersebut dapat diperoleh informasi bahwa manajemen
rumah sakit yang dikatakan berhasil, hanya beberapa rumah sakit di Indonesia.
Keberhasilan manajemen ini sangat ditentukan oleh ”komitmen” dari sang Direktur
pada waktu itu, seperti rumah sakit umum daerah (RSUD) Banyumas di Jawa Tengah,
RSUD Tabanan di Bali, RSUD Kerawang, dan rumah sakit kanker Darmais di Jakarta.
Komitmen ini bagaikan posisi sang konduktor dalam orkestra musik klasik, yang
mampu membawa para penonton dapat merasakan ritme yang memberikan nuansa
harmoni dan tingkat kepuasan yang tidak ada taranya, sehingga para penonton
bangkit berdiri sambil memberikan aplaus berkepanjangan sebagai tanda kekaguman
atas penampilan dan kekompakan para pemain orkestra.
B. PEMBANGUNAN
BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pembelajaran dari berbagai instansi seperti yang sudah diutarakan di atas,
paling tidak ada beberapa hal yang bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang
memimpin pembangunan masyarakat Nias Barat.
Semuanya sangat ditentukan oleh keseriusan dan komitmen sang pemimpin, sang konduktor. Kita
harus yakin bahwa setiap insan pasti memiliki talenta yang unik, dan apabila
bisa disatukan maka akan mampu menghasilkan kinerja yang melimpah. Apabila
talenta dari setiap insan yang ada di masyarakat bisa disatukan oleh
pemimpinnya, maka akan terwujud kesejahteraan masyarakat Nias Barat, meskipun
melalui beberapa tahap pembangunan.
Berbicara potensi keunggulan dari setiap Kecamatan atau setiap Desa, kita
bisa identifikasi Kecamatan mana dan Desa mana yang menghasilkan lumbung padi,
lumbung jagung, lumbung kopi, lumbung cengkeh, lumbung coklat, lumbung bawang,
lumbung brambang, lumbung lada, lumbung sayur mayur, lumbung terong, lumbung
tembakau, lumbung karet, lumbung duren, lumbung peternakan babi, lumbung
peternakan ayam, lumbung perikanan, lumbung ikan laut, lumbung rumput laut,
lumbung garam, dan lumbung-lumbung yang lain. Apabila sudah memiliki peta lumbung ini, maka pemerintah bisa
memilih 5-10 orang untuk dikirim belajar dan berlatih di tempat lain (daerah
lain) sehingga memiliki kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) untuk
mengembangkan lumbung-lumbung yang telah menjadi spesialisasinya dengan ”baik
dan modern”. Artinya mampu memahami musim tanam dan musim panen serta mampu
mengembangkan dengan pantauan yang terus menerus dari aparat pemerintah yang
berjiwa ”melayani dan berkemampuan”. Setelah tergambar peta lumbung dan sudah
mulai berkembang, maka langkah selanjutnya adalah mendorong masyarakat untuk
berbelanja sesuai kebutuhannya dari hasil-hasil lumbung tadi (disini kita
berbicara tentang pemasaran hasil lumbung). Potensi-potensi ini bisa
ditingkatkan pada pengadaan industri kecil yang bisa mempermudah pengusaha
lumbung untuk melakukan pengolahan hasil lumbungnya menjadi lebih baik. Contoh:
lumbung lada telah menghasilkan panen buah lada, selanjutnya petani lada ini
bisa meningkatkan lagi pengolahannya menjadi bisa membuat sambel dalam botol
dengan kualitas 1 atau kualitas 2 atau kualitas 3 seperti sambel ABC dalam
botol kecil.
C. KOMPETENSI
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
Sebagai Kabupaten Baru, tentu banyak membutuhkan SDM yang dipercaya untuk
duduk dalam jabatan sebagai Pejabat dan Staf. Pejabat dan Staf bisa di tingkat
Kelurahan, Kecamatan, dan tingkat Kabupaten, baik sebagai eksekutif, yudikatif
maupun legislatif. Untuk SDM-SDM ini perlu menetapkan dasar kompetensi yang
memiliki ruang lingkup Pengetahuan (knowledge),
Kemampuan (skill), dan Atribut
personal (personal attributes).
Pengetahuan bisa ditentukan melalui tingkat pendidikan yang seharusnya
dibutuhkan dalam jabatan tersebut, apakah lulusan SMA/SMK, D3, S1, atau S2.
Pada jabatan eksekutif seperti Kepala Dinas, dan Sekda sebaiknya ditetapkan
lulusan strata dua (S2). Kalau lulusan
yang ada baru tersedia lulusan S1 umpamanya, maka keadaan ini bisa dimasukkan
dalam sebuah program pengembangan SDM ke depan. Jadi sasarannya sudah sangat
jelas yaitu Kepala Dinas dan Sekda dijabat oleh lulusan S2 yang relevan dengan
jabatan Dinasnya, plus pengetahuan tentang manajemen dan kewirausahaan.
Mengenai Kemampuan (skill) bisa
dilihat dari kemampuan seseorang untuk memanajemeni tugas-tugasnya dengan baik,
mampu memimpin, kreatif, mampu menyusun konsep, lobby, dan mampu menerapkan ilmunya dalam menyelesaikan
pekerjaannya sehari-hari dengan hasil ”sangat baik”. Penilaian kemampuan ini
berkait-erat dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari jabatan yang akan
diemban oleh seseorang. Untuk atribut personal bisa ditetapkan 3-4 atribut
seperti komunikatif, ramah, sikap dan perilaku baik, berpikir positif,
disiplin, dan lain-lain.
D. IMPIAN
SBY MEMBANGUN INDONESIA MENUJU ”MASYARAKAT MADANI”
Pemerintah Kabupaten Nias Barat, hendaknya pembangunan berfokus pada 3 hal
seperti yang telah diungkapkan Presiden SBY dalam berbagai pidatonya, sementara
pembangunan lain hendaknya menjadi pendukung saja. Tiga hal yang dijadikan
fokus pembangunan oleh Presiden SBY, yaitu:
1. Fokus
pada peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan serta usaha kecil, mikro dan
menengah
2. Revitalisasi
pertanian dan perindustrian serta pembangunan infrastruktur
3. Mentargetkan
pada tahun 2010 seluruh Desa dan Kecamatan di tanah air telah terhubung dengan
infrastruktur telepon dan internet.
Yogyakarta, 17
September 2009.
------------------
MZ --------------------
Post a Comment for "MEMBANGUN KABUPATEN BARU ”NIAS BARAT”"