AKREDITASI RUMAH SAKIT, SULIT?
Proses
pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit
Berita
yang sangat mengagetkan masyarakat beberapa waktu yang lalu, bahwa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, memutuskan untuk tidak
bekerjasama dengan beberapa rumah sakit, karena tidak melakukan akreditasi
rumah sakit pada tahap berikutnya. Bahkan belum melakukan persiapan untuk
melaksanakan akreditasi lagi, pada hal batas waktu berakhirnya kelulusan
akreditasi sudah berakhir sesuai ketentuan.
Sebenarnya
akreditasi rumah sakit mendorong pemberian pelayanan yang aman bagi pasien,
dokter, dan rumah sakit. Pada awalnya akreditasi sebuah rumah sakit, dinilai
oleh lembaga independen yaitu komisi akreditasi rumah sakit (KARS), yang
hasilnya dinyatakan sebagai rumah sakit yang telah memenuhi standar pelayanan
yang bermutu secara berkesinambungan. Menurut ketentuan yang ada bahwa rumah
sakit itu wajib melakukan akreditasi baik rumah sakit pemerintah maupun rumah
sakit swasta untuk mendapatkan peningkatan mutu dari pelayanan rumah sakit
secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali.
Pertanyaannya
adalah mengapa rumah sakit belum atau terlambat mengajukan akreditasi lagi?
Untuk memahami hal ini memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai kondisi
manajemen rumah sakit. Kondisi yang dialami oleh rumah sakit pada waktu
melaksanakan akreditasi, yaitu Direktur rumah sakit menyiapkan Surat Keputusan
(SK) untuk menunjuk beberapa sumber daya manusia (SDM) rumah sakit, agar
menyiapkan akreditasi rumah sakit lagi sesuai hal-hal yang berkaitan dengan
materi yang akan dinilai oleh lembaga independen, yaitu KARS. Sumber daya
manusia (SDM) rumah sakit yang ditunjuk biasanya dibagi dalam beberapa kelompok
kerja (Pokja) berdasarkan materi yang akan dinilai oleh tim akreditasi, seperti
sasaran keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien, standar
manajemen rumah sakit, dan kejelasan program nasional di bidang kesehatan.
Standar pelayanan yang
berfokus pasien, meliputi akses ke rumah sakit dan
kontinuitas palayanan (ARK), hak pasien dan keluarga (HPK), asesmen pasien
(AP), pelayanan dan asuhan pasien (PAP), pelayanan anestesi dan bedah (PAB),
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat (PKPO), dan manajemen komunikasi dan
edukasi (MKE). Pada standar manajemen
rumah sakit, yang dinilai adalah peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP), pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), tata kelola rumah sakit
(TKRS), manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK), kompetensi dan kewenangan
staf (KKS), serta manajemen informasi dan rekam medis (MIRM).
Melihat
berbagai standar yang harus disiapkan oleh sebuah rumah sakit seperti yang
disebutkan di atas, tentu tidak mudah alias sangat berat dan sulit bagi sebuah
rumah sakit. Mengapa dirasa sulit? Karena Direktur dan kepala bidang/bagian
belum terbiasa bekerja dalam bidang profesi
manajemen. Selama ini baru terbiasa bekerja menurut profesi awal mereka
seperti profesi dokter, profesi farmasis, profesi laboran, profesi
perawat/bidan dan profesi-profesi SDM yang lain di rumah sakit.
Profesi
awal yang telah dimiliki oleh SDM rumah sakit ternyata tidak cukup mendukung
untuk duduk dalam sebuah jabatan sebagai seorang Manajer, yang seharusnya
memiliki profesi dalam bidang manajemen sebuah usaha dan manajemen sebuah
organisasi. Penyebab yang lain, yaitu SDM rumah sakit merasa ada tambahan beban
pekerjaan lagi. Mereka berpandangan bahwa selama ini SDM sudah merasa kewalahan
untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Pertanyaannya adalah mengapa merasa
menjadi sebuah beban? Karena mereka membutuhkan kompetensi khusus dalam bidang
akreditasi rumah sakit serta butuh konsentrasi dan wawasan baru di bidang
akreditasi, walau selama ini SDM itu sudah pernah melaksanakan pada pekerjaan
sehari-hari, tetapi pelaksanaannya belum secara matang dan sistematis sesuai
standar akreditasi.
Yang
perlu diamati selanjutnya, adalah bendel akreditasi rumah sakit yang sudah
pernah ditangani oleh beberapa Pokja di rumah sakit selama ini, hanya disimpan
pada tempat khusus yang pada akhirnya jarang dibaca oleh SDM rumah sakit,
sesuai bidang pekerjaannya. Berdasarkan kondisi yang seperti ini, perlu
didorong dan diberikan motivasi kepada seorang Direktur rumah sakit bahwa
setelah dinyatakan lulus akreditasi, perlu ditindaklanjuti dalam hal
menjadikannya sebagai budaya kerja baru di rumah sakit.
Berdasarkan
hal yang disebutkan di atas, ternyata budaya kerja di rumah sakit yang telah
dinyatakan lulus akreditasi itu, belum terjadi perubahan secara signifikan
dalam pelayanan sehari-hari. Mengapa bisa seperti itu? karena setelah lulus
akreditasi, hasil kerja dari masing-masing Pokja itu disimpan di tempat yang
baik dan baru akan dibuka kembali pada waktu akan melaksanakan kembali
akreditasi di rumah sakit. Akibatnya banyak yang sudah lupa, bahkan sudah
berpindah tempat dan tanggungjawab dalam pekerjaannya.
Hal
ini tentu perlu diperbaiki dan jadikanlah budaya kerja pelayanan di rumah sakit,
melalui perubahan pada struktur organisasi rumah sakit. Struktur organisasi
rumah sakit itu seharusnya dalam upaya untuk memerlancar pelaksanaan pelayanan
rumah sakit kepada setiap pasien rumah sakit. Karena itu pada struktur
organisasi yang baru, mestinya ada yang harus menangani khusus perihal Manajemen Mutu di rumah sakit, sesuai
kondisi rumah sakit yang telah dinyatakan lulus akreditasi. Adapun tugas dan
tanggungjawab dari Manajemen Mutu itu adalah menangani dan menjamin penerapan
pelayanan yang bermutu pada setiap produk jasa pelayanan yang ditawarkan sesuai
yang disediakan rumah sakit menurut ketentuan dari komisi akreditasi rumah
sakit (KARS).
Kalau
sudah ada yang bertindak sebagai manajer mutu di rumah sakit, diharapkan
pelayanan rumah sakit yang bermutu, terus dapat dijalankan di rumah sakit. Manajer mutu akan selalu
memelototi pelaksanaan pelayanan yang bermutu pada setiap produk jasa pelayanan
di rumah sakit, pada waktu SDM melaksanakan pelayanannya kepada setiap pasien
rumah sakit. Dengan demikian, bila akan melaksanakan akreditasi lagi, akan
lebih mudah penanganannya karena sudah menjadi budaya kerja pelayanan di rumah
sakit.
Karena
itu tugas baru dari Kementerian Kesehatan yaitu merumuskan kembali
struktur organisasi rumah sakit yang memasukkan unsur manajemen mutu pada
pelayanan rumah sakit. Umpamanya taruhlah sudah ada komite mutu (tidak menangani mutu sehari-hari), untuk itu Kementerian Kesehatan berkewajiban
untuk mendorong agar di setiap rumah sakit ada yang bertanggungjawab pada pelaksanaan
manajemen mutu di rumah sakit sehari-hari.
Post a Comment for "AKREDITASI RUMAH SAKIT, SULIT?"