MEDAN PERANG PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KEPULAUAN NIAS
Pisang banyak tumbuh di Nias, warga
belum tertarik membudiyakannya jadi sajian kuliner bagi wisatawan. Foto Ketjel
P. Zagoto
Membangun dan mengembangkan ‘Pariwisata
Nias’ membutuhkan semangat kerja tinggi, bahkan ekstra keras, butuh pemikiran
dan aksi. Pemikiran yang serius berkaitan dengan konsep untuk memulai kegiatan
pembangunan dan pengembangan pariwisata. Sedangkan, aksi yang dimaksud di sini berkaitan
dengan tindakan-tindakan untuk mengelola objek wisata yang memiliki daya tarik kuat,
hingga mendapatkan kesegaran dan kesenangan hati bagi wisatawan-wisatawan.
Memang tidak mudah untuk memulainya,
banyak kesulitan bakal menghadang. Setidaknya saat ini kita bisa melihat begitu
banyak kekurangan, misalnya 1. Kuliner khas Nias belum tampak. 2. Kerajinan
khas Nias belum menggeliat. 3. Kualitas air bersih masih kurang. 4. Toilet di
Binaka masih kotor. 5. Kepedulian Kepala Daerah dan DPRD pada sektor pariwisata
masih minim. 6. Mental orang-orang Nias pada bidang pariwisata masih sangat
kurang.
Selanjutnya, 7. Manfaat pariwisata
masih kecil. 8. Bisakah orang-orang Nias hidup di bidang pariwisata?. 9. Sarana
dan prasarana pariwisata belum memadai. 10. Sumber daya manusia (SDM) yang ada
belum memiliki potensi dalam bidang pariwisata. 11. Pakaian pekerja di setiap restoran
atau hotel tidak seragam. 12. Tujuan wisata utama di Sumatera Utara hanya Danau
Toba. 13. Belum memiliki rencana induk pengembangan pariwisata. 14. Belum
memiliki rencana tata ruang wilayah pariwisata (RT/RW). 15. Regulasi dalam
bidang pariwisata belum memadai.
16. Event pariwisata belum tersusun
dengan baik. 17. Pariwisata Nias belum masuk pada RPJP/RPJM nasional. 18.
Bandar udara Binaka hanya bisa didarati pesawat berbadan kecil. 19. Jalan
lingkar Nias belum terwujud. 20. Dukungan dari pemerintah Provinsi Sumatera
Utara masih minim. 21. Beberapa wilayah telah ditetapkan Kementerian Kehutanan
sebagai hutan lindung. 22. Anggaran untuk sektor pariwisata masih sangat minim.
Itulah kesulitan-kesulitan yang
dipaparkan oleh para peserta Workshop Asistensi Penguatan Destinasi Nias yang
diselenggarakan di Hotel Phoenix, Yogyakarta, pada 24-25 April 2014 yang lalu.
Kesulitan yang disebutkan di atas
mungkin baru sedikit. Tetapi paling tidak, sudah tergambarlah berbagai
kesulitan yang akan dihadapi dalam upaya untuk membangun dan mengembangkan
pariwisata di Kepulauan Nias. Masih beranikah kita bicara pembangunan dan
pengembangan pariwisata? Jawabnya: beranilah, yang penting ada kemauan dan
semangat untuk berusaha bisa melewati semua kesulitan tersebut, dengan motto: “Di dalam kesulitan terbukalah peluang”.
Kalau diinventarisasi berbagai
kesulitan yang akan dihadapi di dalam membangun dan mengembangkan pariwisata di
Kepulauan Nias, mungkin masih banyak sekali. Dan seandainya ditulis, mungkin
bisa memuat beberapa halaman. Betul tidak, he he he. Dan bisa-bisa kesulitan
yang dihadapi itu bisa mengendurkan semangat kita untuk mewujudkan pariwisata
di Kepulauan Nias sebagai lokomotif pembangunan Kepulauan Nias.
Untunglah orang-orang Nias bermental
kuat dan sudah terbiasa tidak mengenal kata menyerah. Mau buktinya? Apabila
orang-orang Nias di pedalaman mau menuju Gunungsitoli karena sesuatu keperluan,
mereka terbiasa jalan kaki satu hari menuju Gunungsitoli. Tetapi jangan
dibayangkan pada waktu sekarang, karena kejadian ini terjadi pada tahun 80-an
yang lalu.
Demikian juga pada pembangunan dan
pengembangan pariwisata di Kepulauan Nias, meskipun banyak kesulitan dan
mungkin hampir-hampir mengangkat bendera putih tanda mau menyerah, tetapi
dasarnya orang Nias selalu melihat ke depan dan terus berjalan tanpa berhenti,
untuk mewujudkan pariwisata sebagai lokomotif pembangunan di Kepulauan Nias.
Semangat inilah yang kita perlu syukuri. Apapun dilakukan untuk mewujudkan
cita-cita menjadikan Kapulauan Nias, sebagai destinasi wisata di kawasan barat
Indonesia.
Mengapa orang-orang Nias tidak
mengenal kata menyerah? Karena berbagai kesulitan yang dihadapi dalam membangun
dan mengembangkan pariwisata di bumi Kepulauan Nias, digambarkan sebagai medan
perang dan ingin memenangi perang melalui penghadiran solusi.
Apabila ingin memenangkan sebuah peperangan,
kita mesti menyerang lebih dulu dengan strategi dan taktik matang. Strategi
berkaitan dengan route perjalanan yang akan ditempuh, sedang taktik berkaitan
dengan penentuan instrumen (alat) yang digunakan untuk menjalani route perjalanan
tersebut.
Untuk mewujudkan kemenangan dalam
medan perang itu, tentu perlu dipetakan mengenai kesulitan-kesulitan yang bakal
dihadapi. Pemetaannya bisa dengan melakukan penggolongan ke dalam 5 (lima)
item, yaitu: 1. Daya tarik wisata; 2. Fasilitas pariwisata; 3. Fasilitas
publik; 4. Pembangunan aksesibiltas; dan 5. Pembangunan masyarakat. Daya tarik
wisata berkaitan dengan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (UU No. 10, 2009).
Daya tarik wisata ini tentu
bersumber dari alam, budaya, dan sosial yang banyak ditemukan di Kepulauan
Nias. Untuk mendapatkan keberhasilan pada pembangunan dan pengembangan
pariwisata, perlu melaksanakan pembangunan masyarakat. Pembangunan di bidang
ini bisa dilakukan dengan cara melaksanakan pemberdayaan masyarakat,
kepemilikan masyarakat atas barang dan jasa, mengajak masyarakat untuk mandiri,
pembangunan komunitas untuk sadar wisata, dan melibatkan masyarakat dalam
pembangunan (melalui Musrenbangdes).
Perwujudan lainnya untuk membangun
dan mengembangkan pariwisata di Nias adalah bagaikan seorang Dahlan Iskan yang membenahi
manajemen Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada beberapa tahun yang lalu. Saat
mulai menjabat Direktur Utama PLN pada 23/12/2009, dia memetakan permasalahan
PLN ke dalam 5 hal utama yang dia sebut Musuh PLN yang harus dilawan oleh semua
pegawai PLN. Yaitu krisis listrik, daftar tunggu permintaan listrik, wabah
kerusakan trafo, wabah gangguan jaringan dan BBM yang digunakan (Iskan, 2011).
Langkah dia selanjutnya yaitu
pengorganisasian atau pembagian tugas. Musuh nomor 1-4 harus dilawan
Kepala-kepala Unit PLN yang bertugas di Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Musuh
nomor 5 merupakan musuh yang harus dilawan oleh manajemen puncak PLN yang berkantor
di Jakarta. Nah, setelah terbaginya tugas seperti yang disebutkan di atas, maka
langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kegiatan perang untuk melawan
musuh-musuh tersebut dan pelaksanaan kegiatan monitoring terhadap seberapa
besar tingkat kemenangan atas musuh seperti yang sudah ditetapkan oleh seluruh
jajaran PLN.
Nah, sekarang tibalah giliran kita
untuk membuat klasifikasi pada berbagai kesulitan yang dihadapi dalam
mewujudkan pembangunan dan pengembangan pariwisata di Kepulauan Nias, yang kita
namakan “Musuh Bersama”. Pada pemaparan di atas sudah disebutkan minimal 22
(dua puluh dua) kesulitan yang dihadapi dalam menjadikan sektor pariwisata
sebagai lokomotif pembangunan di Kepulauan Nias.
Dapatkah kita menentukan musuh
bersama dalam membangun dan mengembangkan pariwisata di Kepulauan Nias?
Bagaimana pendapat Anda? Kalau sudah menetapkan musuh bersama ke dalam beberapa
item musuh yang harus dihadapi, lalu para Bupati dan Walikota menentukan
musuh-musuh yang harus dilawan oleh para satuan kerja perangkat daerah (SKPD),
dan musuh-musuh yang harus dilawan Bupati dan Walikota. Dengan pengorganisasian
musuh ini, akan jelas berbagai tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankan,
sehingga memudahkan untuk mewujudkan pencapaian target kemenangan atas musuh.
Mari kita jadikan berbagai kesulitan
yang dihadapi itu sebagai medan perang bagi setiap kita yang memiliki tugas dan
fungsi dalam bidang pariwisata ini. Sebagai medan perang, mari kita serbu
dengan berbagai ide untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan yang telah ada dan
yang akan datang, supaya tercapainya harmoni dalam melakukan pembangunan dan
pengembangan pariwisata di Kepulauan Nias.
Post a Comment for "MEDAN PERANG PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KEPULAUAN NIAS"