Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEMASARAN INSTALASI RAWAT INAP: Tinjauan dari Strategi dan Taktik Pemasaran

KEBERHASILAN pemasaran pelayanan rumah sakit sangat tergantung dari strategi pemasaran yang dijalankan oleh Manajemen rumah sakit, dalam hal ini middle manager yang disebut kepala bagian hubungan masyarakat dan pemasaran (Humpas) yang diberi tugas oleh Direktur. Kartajaya (2000), ahli manajemen pemasaran di Indonesia memaparkan strategi pemasaran yang perlu dilaksanakan oleh sebuah organisasi usaha (unit usaha) untuk mendapatkan daya saing sehingga dapat mencapai keberhasilan, yaitu segmentation, targeting, dan positioning (STP).

 

Sebelum melaksanakan strategi pemasaran positioning seperti pada pasta gigi pepsodent yang diposisikan sebagai “gigi putih” atau pada primagama group yang diposisikan sebagai “terdepan dalam prestasi”, terlebih dahulu perusahaan atau organisasi usaha melakukan pembagian pasar produk dan jasa yang dihasilkan dengan melakukan segmentasi pasar, setelah itu baru memilih target pasar (pasar sasaran). Segmentasi pasar dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengkotak-kotakkan pasar yang heterogen ke dalam kelompok-kelompok potential customer yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Jadi segmentasi pasar yang dilakukan oleh sebuah unit usaha digunakan untuk memilih pasar sasaran, mencari peluang, menggerogoti segmen pemimpin pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi, melayani lebih baik, menganalisis perilaku konsumen, mendisain produk dan jasa, dan sebagainya.

 

Pada tulisan ini, pasar dibagi ke dalam 3 (tiga) besar segmen, yaitu segmentasi pasar berdasarkan demografi, psikografi, dan perilaku pelanggan. Untuk melaksanakan segmentasi pasar, instalasi rawat inap harus memahami betul mengenai “who to buy” instalasi rawat inap di rumah sakit. Who to buy dalam segmentasi pasar disebut segmentasi pasar berdasarkan demografi, seperti umur, kepadatan penduduk, jumlah keluarga, pendidikan, jenis kelamin, status pekerjaan, jenis pekerjaan, agama, selera, dan lain-lain. Untuk mengetahui who to buy atas dasar jenis pekerjaan, maka harus melakukan identifikasi terhadap jenis-jenis pekerjaan dari pasien rawat inap selama ini, seperti pegawai negeri sipil, karyawan instansi (bank, hotel, perusahaan), pengusaha, pedagang, petani, nelayan, peternak, dan lain-lain. Data ini bisa diketahui dengan melihat identitas pasien yang sudah ada di instalasi rekam medis.

 

Setelah mengetahui who to buy, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh instalasi rawat inap, yaitu berusaha mengetahui tentang “why they buy” instalasi rawat inap rumah sakit. Why they buy dikenal dalam segmentasi pasar dengan nama segmentasi pasar berdasarkan psikografi, seperti sifat-sifat kepribadian, tingkat sosial ekonomi, gaya hidup, sikap, motivasi. Kalau dilihat dari perspektif tingkat sosial ekonomi, maka instalasi rawat inap rumah sakit sudah dibagi dalam beberapa kelas pelayanan menurut segmentasi psikografi, yaitu kelas very important person (VIP), kelas utama, kelas I, kelas II, dan kelas III.

 

Setelah instalasi rawat inap terbagi dalam beberapa kelas pelayanan, maka rumah sakit harus menetapkan fokus pelayanannya dengan salah satu pertimbangan, yaitu pelayanan yang banyak memberi dukungan bagi kelangsungan pelayanan rumah sakit pada waktu yang akan datang. Kalau rumah sakit mencoba memfokuskan pelayanannya pada pelayanan kelas utama dan kelas VIP, maka yang harus dilakukan yaitu perbaikan dan peningkatan performance bauran pemasaran instalasi rawat inap, yang terdiri dari product, price, place (tempat pelayanan), dan promotion.

 

Hal terakhir yang perlu diketahui dalam segmentasi pasar yaitu how they buy instalasi rawat inap di rumah sakit. Istilah how they buy dikenal dalam istilah segmentasi pasar berdasarkan perilaku pelanggan seperti pengetahuan mereka atas pelayanan yang diberikan, manfaat yang dirasakan, status pengguna, status kesetiaan, tahap kesiapan pengguna, dan sikap pada produk jasa pelayanan yang diberikan. Masalah perilaku pengguna ini harus dipahami betul oleh sumber daya manusia (SDM) yang menangani pelayanan instalasi rawat inap di rumah sakit, seperti kebiasaan-kebiasaan pengguna dan keluarganya. Kebiasaan-kebiasaan dari pengguna ini dapat diketahui dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama melakukan pelayanan termasuk kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.

 

Penetapan fokus pelayanan instalasi rawat inap di rumah sakit merupakan pelaksanaan targeting yang melaksanakan pemilihan atas pasar sasaran, setelah itu baru pelaksanaan positioning yang memberi gambaran pelayanan yang diberikan pada pasar sasaran lebih baik dari rumah sakit lain, berbeda dengan pelayanan rumah sakit lain, dan berbeda pada setiap ceruk yang berbeda. Pertanyaan yang perlu diajukan pada saat ini, yaitu bagaimana segmentasi pasar pelayanan rumah sakit sekarang khususnya pelayanan instalasi rawat inap? Dalam segmentasi pasar yang terpilih, pasar sasarannya dimana? Apakah positioning-nya sama dengan instalasi gawat darurat (IGD) yang memiliki positioning “pelayanan cepat dan terampil”? atau di repositioning seperti pepsodent dari “gigi putih” ke “pelindung gusi”, demikian juga dalam pelayanan instalasi rawat inap rumah sakit dari “pelayanan cepat dan terampil” ke “pelayanan terpadu” sesuai perencanaan strategi rumah sakit?

 

Apabila sudah selesai menentukan strategi pemasaran pelayanan instalasi rawat inap (segmentation, targeting, dan positioning), maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan taktik pemasaran agar jumlah hari perawatan semakin tinggi (dalam arti pasien banyak) di pelayanan instalasi rawa inap. Hari perawatan pasien di rumah sakit lain cukup tinggi, mestinya juga di rumah sakit ini bisa tinggi apabila jeli dan mau melakukan tindakan-tindakan perubahan dalam sistem pelayanannya. Salah satu tindakan yang bisa dilakukan adalah melaksanakan taktik pemasaran, yang dapat dipahami sebagai alat pemasaran dari suatu organisasi usaha untuk bisa bertahan dan bersaing dengan organisasi usaha lain. Jadi taktik pemasaran bisa diterapkan di pelayanan instalasi rawat inap rumah sakit yang bisa dirangkum ke dalam 3 (tiga) hal, yaitu differentiation, marketing mix, dan selling (DMS). Hal yang diperhatikan pada differentiation dalam pelayanan instalasi rawat inap rumah sakit yaitu berbagai pelayanan yang diberikan kepada pasien harus lebih baik dari pesaing, disukai pasien, dan dikhususkan pada satu atau beberapa ceruk pasar (segmen pasar yang spesifik) tertentu.

 

Untuk marketing mix (bauran pemasaran) terdiri dari product, price, place, dan promotion (4P). Bauran pemasaran akan berhasil apabila diusahakan sebagai satu kesatuan dan terpadu sehingga merupakan satu bundel jasa pelayanan kepada pasien. Kalau ingin mendalami mengenai item-item 4P bisa dipelajari dalam buku Kotler (2002) yang diberi judul Marketing Management. Produk pelayanan instalasi rawat inap yaitu pelayanan pasien rawat inap yang menyediakan kamar pemondokkan, harus dilihat secara komprehensif dan merupakan solusi bagi setiap pasien yang membutuhkan rawat inap. Pasien merasa sudah ada solusi apabila tersedia kamar dengan sarana yang lengkap, rapi, dan bersih serta dilayani SDM yang profesional, baik perawat dan dokter maupun tenaga lain yang berkaitan dengan pelayanan instalasi rawat inap.

 

Kalau core business pelayanan instalasi rawat inap terletak pada pelayanan pasien di ruangan atau kamar, maka keadaan kamar dan sistem pelayanan harus memenuhi persyaratan untuk dijual, antara lain: luas kamar, luas kamar mandi, warna kamar, penerangan, serambi, sofa, meja dan kursi, lemari pakaian, peralatan dan penghidangan makanan, peralatan mandi, kebersihan, tempat sampah, sistem pemberian obat, sistem pelayanan medik, sistem pelayanan tindakan, sistem asuhan keperawatan, koran, informas-informasi yang dibutuhkan pasien, dan lain-lain. Manajemen dari kamar pasien berada dalam tanggung jawab kepala ruang dengan dukungan penuh dari bagian lain dan penyedia linen. Semua yang terkait harus selalu proaktif memonitor keadaan kamar pasien dan sistem pelayanannya agar pelayanan instalasi rawat inap selalu dalam kondisi siap dijual/digunakan.

 

Permasalahan yang sering terjadi pada pelayanan instalasi rawat inap adalah petugas admisi sering sulit menginformasikan kamar pemondokkan yang sesuai dengan keinginan dan harapan pasien, kamar dan pelayanannya sering tidak siap dijual/digunakan, pasien belum sepenuhnya bisa memilih dokter, perawat tidak dalam kondisi selalu siap menerima pasien yang akan mondok, waktu visite dokter sulit diprediksi pasien, informasi mengenai penyakit pasien masih terlalu sulit, perilaku pelayanan SDM masih belum terarah pada customer oriented, dukungan dari bagian terkait masih belum tampak, kerjasama dengan dokter spesialis yang praktek pribadi masih susah, dan sebagainya. Akibat dari kondisi seperti yang disebutkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa produk pelayanan instalasi rawat inap sudah memasuki siklus kehidupan produk tahap ke-4 yaitu pelayanan yang semakin menurun. Keadaan ini bisa dilihat dari tingkat performance rumah sakit seperti BOR, jumlah kunjungan, dan sebagainya menurut analisis data yang dilaporkan oleh instalasi rekam medis.

 

Untuk diketahui, siklus kehidupan dari sebuah produk biasanya terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kematangan, dan tahap penurunan. Kalau siklus kehidupan produk sudah masuk pada tahap ke-4 yaitu tahap penurunan, maka harus ada kegiatan ekstra dari Manajemen rumah sakit dan/atau kepala instalasi rawat inap, dan pelaksanaanya harus cyto (cepat), agar siklus kehidupan produk pelayanan instalasi rawat inap bisa berada kembali pada tahap ke-2 yaitu tahap pertumbuhan. Nah . . bagaimana cara supaya siklus kehidupan produk pelayanan instalasi rawat inap bisa berada pada posisi pertumbuhan (tahap ke-2)?

 

Price (tarif) kamar dan tarif pelayanan lain yang terkait dengan pelayanan instalasi rawat inap harus menggambarkan suatu NILAI dari pelayanan yang diberikan. Nilai di sini dapat diartikan sebagai sebuah standar pelayanan minimal yang harus disediakan dan diberikan kepada pasien sehingga pada akhirnya pelayanan tersebut mampu melebihi pelayanan-pelayanan dari pelayanan rumah sakit yang lain. Penetapan tarif kamar dan tarif pelayanan lain di rumah sakit masih belum jelas, masih agak kabur. Ketidakjelasan ini timbul apabila penetapan tarif dikaitkan dengan unit cost, customer, dan pesaing, tarif berbasis unit cost berbeda dengan tarif berbasis customer atau berbasis pesaing. Jadi kalau kita amati penetapan tarif kamar rawat inap beserta tarif-tarif pelayanan lain yang terkait dengan pelayanan instalasi rawat  inap di rumah sakit, kelihatannya masih belum digodok dan belum dikerjakan secara profesional oleh bagian keuangan. Bagian ini masih belum sadar dan belum percaya diri sehingga permasalahan tarif dan ketentuan-ketentuan yang berkait  dengan tarif masih dipegang oleh suatu Tim dan bukan bagian keuangan itu sendiri.

 

Bagaimana dengan place? Sampai sekarang sumber pasien rawat inap masih sangat tergantung dari pasien rawat jalan dan pasien instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit. Apakah ini sudah memadai? Mestinya belum memadai, karena kita belum pernah menjajaki sejauhmana pasien instalasi rawat inap rumah sakit dapat bersumber dari praktek dokter secara luas, polisi lalu lintas, dokter perusahaan, Puskesmas, balai-balai pengobatan, paraktek bidan/perawat dan lain-lain. Dapatkah kita menjangkau pelayanan-pelayanan tersebut di atas? Sejauhmana sebuah rumah sakit mampu melakukan follow-up dari visi yang telah dicanangkan yaitu sebagai rumah sakit pilihan dan jejaring?

 

Sekarang kita menginjak pada 4P terakhir yaitu promotion. Kegiatan promotion di rumah sakit ini kelihatannya belum diperhatikan sama sekali. Hal ini dapat dilihat dari cara mengkomunikasikan pelayanan yang ada di lingkungan rumah sakit belum tertata dengan baik, seperti ada SDM yang mengatakan kepada pasien tidak tahu atau masalah itu bukan bagian saya, memang pelayanan di sana kurang baik dan petugasnya suka cemberut, dan lain sebagainya. Pelaksanaan kegiatan promotion pada saat sekarang sudah berada pada level komunikasi 2 (dua) arah yang sangat interaktif, antara pemberi pelayanan yaitu instalasi rawat inap dengan pemakai atau pengguna yaitu pasien.

 

Taktik pemasaran yang terakhir yaitu selling. Kegiatan selling terdiri dari relationship selling, display selling, consultive selling, motivate selling, dan action selling. Selling tidak semata-mata hanya dilihat dari output seperti berapa persen terjadi peningkatan selling sekarang, tetapi lebih ditekankan pada pelaksanaan semua kegiatan selling, terutama yang bersifat relationship selling. Artinya, harus melakukan interaksi yang terus menerus dengan pelanggan untuk kesuksesan kedua belah pihak dalam situasi win-win solution. Kalau berbicara selling, maka posisi pelayanan instalasi rawat inap rumah sakit seharusnya melakukan kegiatan selling seperti yang disebutkan di atas, serta menjalin hubungan yang interaktif terus menerus dengan pasien. Selanjutnya, setiap tempat pelayanan dibuat selalu menarik dan nyaman bagi pasien, setiap petugas bertindak sebagai konsultan pada apa yang ingin diketahui oleh pasien, dan setiap petugas yang terkait selalu dalam posisi memotivasi pasien sehingga pasien mau memanfaatkan berbagai jenis pelayanan yang telah disediakan rumah sakit. Apakah kondisi ini bisa diwujudkan oleh Manajemen rumah sakit melalui dorongan setiap manajer dan bagian Humpas? Bagaimana cara supaya setiap SDM dapat bertindak sebagai marketer? Pelayanan yang baik harus bertindak proaktif dan bukan reaktif dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien.

 

Daftar Pustaka

1.       Kartajaya, H., 2000. Marketing Plus 2000: Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

2.       Kotler, P., 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo

 

Post a Comment for "PEMASARAN INSTALASI RAWAT INAP: Tinjauan dari Strategi dan Taktik Pemasaran"