WIRAUSAHA ALA ANAK DESA
SAMBIL menunggu waktu
untuk menguji proposal seorang mahasiswa, penulis dan Teman penguji, mengisi
waktunya dengan berbincang-bincang mengenai keadaan desa pada zaman dulu dan
sekarang, semacam bernostalgialah perihal kehidupan di desa. Teman bercerita
bahwa warga di desanya suka mengkonsumsi Sirih Pinang, yang terdiri dari daun
sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau. Jadi, kalau ada orang yang bertamu
di rumah, tuan rumah pasti menemui tamu seraya menyuguhkan konsumsi Sirih Pinang. Mau
tidak mau si tamu harus berusaha untuk mengkonsumsi Sirih Pinang, sebagai tanda
penghormatan kepada tuan rumah.
Konsumsi Sirih Pinang di
desanya sudah menjadi kebiasaan warga sehari-hari atau semacam budaya yang
sudah turun menurun dari leluhur. Nah . . salah satu bahan utama dari pembuatan
Sirih Pinang tersebut, yaitu daun sirih. Daun sirih itu bisa ditanam atau beli
di pekan (hari pasaran). Apabila mau ke pasar bertepatan dengan hari pasaran
(hanya seminggu sekali), bisa menempuh perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 8-10
km.
Budaya warga desa yang selalu
menyuguhkan Sirih Pinang kepada setiap orang yang bertamu, membuat penggunaan
daun sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau di desanya sangat tinggi. Lalu Teman
ini yang masih sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) pada waktu itu, tiba-tiba
terbersit sebuah pemikiran untuk berusaha dengan berdagang daun sirih. Timbulnya
pemikiran untuk berusaha dan berdagang daun sirih, karena daun sirih merupakan bahan
utama Sirih Pinang pada waktu menyajikan konsumsi Sirih Pinang kepada tamu yang
berkunjung di rumah.
Sehubungan dengan
kebiasaan warga desa untuk mengkonsumsi Sirih Pinang dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sering warga mencari atau meminta daun sirih kepada tetangga, atau
kadang kehabisan daun sirih. Karena keadaan warga yang sering kehabisan daun
sirih, lalu Teman ini berangkat ke pekan (hari pasaran) pada pagi hari, untuk
membeli berpuluh-puluh ikat daun sirih, untuk dibawa ke desanya. Lalu Teman ini
mulailah berdagang daun sirih di desanya.
Berapa harga satu ikat
daun sirih di desanya, bila ada warga yang mau membeli daun sirih? Anehnya Teman
ini bukan menentukan harga sirih dengan menggunakan uang rupiah, tetapi
menentukan harga satu ikat daun sirih, dengan menukarkannya dengan padi kering sebanyak
¾ liter padi. Mengapa harga sirih ditukar dengan takaran sebanyak ¾ liter padi?
Karena hampir semua warga yang bertempat tinggal di desa tersebut, pekerjaannya
adalah petani dan pekebun, serta sebagian bekerja sebagai nelayan.
Wow . . dagangan daun
sirih Teman ini termasuk sangat laris, tidak sampai 1 (satu) minggu dagangan
daun sirih sudah habis dibeli para tetangga. Keadaan yang seperti ini, semakin
memberikan semangat kepada Teman ini untuk terus berdagang daun sirih di
desanya.
Sebagai pedagang daun
sirih, Teman berusaha memelihara daun sirih dengan merendamnya di air yang bersih,
supaya pada waktu ada yang mau beli daun sirih, tampilannya kelihatan tetap segar.
Jadi, semacam kulkasnya orang desa pada masa itu, sehingga daun sirih tetap tampil
segar hehehe.
Nah . . setelah mendapatkan banyak padi, sebagai
ganti harga dari pembelian daun sirih, lalu padi tersebut dijemur di sinar
matahari supaya kering. Kalau padinya sudah kering, lalu ditumbuk supaya
menjadi beras, kemudian beras dijual di kota kecil yang merupakan pasar jual
beli barang di wilayah itu, atau pasar kecil yang besarnya sedikit di bawah kota
Muntilan di Jawa Tengah (Jateng).
Jadilah Teman ini
sebagai pedagang daun sirih serta pedagang beras kecil-kecilan di desanya. Artinya,
Teman ini sudah bisa dikatakan sebagai seorang wirausaha ala anak desa hehehe.
Inilah awal mula dari usaha Teman ini, yaitu mengamati kebutuhan-kebutuhan tetangga
dan warga desa sehari-hari, dan memberi kemudahan bagi warga desa untuk
bertransaksi, dengan menggunakan padi kering pada waktu mau membeli daun sirih.
Hasil
dari pengamatan Teman ini terhadap masalah yang dihadapi oleh warga desa di kampungnya,
merupakan jurus awal yang
harus segera dilakukan jika berwirausaha, yaitu: 1. Berani memulai; 2. Berani
menanggung risiko; 3. Penuh perhitungan; 4. Memiliki rencana yang jelas; 5.
Tidak pernah puas dan putus asa; 6. Optimis dan penuh keyakinan; 7. Memiliki
tanggung jawab; dan 8. Memiliki etika dan moral (Sulaeman, 2021). Melalui jurus
ini, maka langkah selanjutnya perlu mendalami ciri-ciri yang harus dimiliki
oleh sang wirausaha tersebut.
Sang wirausaha atau wiraswasta tersebut harus didukung dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki sifat
jujur; 2. Disiplin waktu; 3. Cerdas finansial; 4. Memiliki komitmen tinggi; 5.
Kreatif dan inovatif; 6. Mandiri dan realistis; 7. Pandai dan berprestasi; dan
8. Terampil. Ciri-ciri wirausaha yang lain disampaikan oleh Geoffrey G.
Meredith dalam buku Kewirausahaan: Teori dan Praktek (1996), dengan menyebutkan
bahwa ada 6 (enam) ciri-ciri wirausaha, yaitu:
1.
Memiliki
rasa percaya diri, bahwa seorang wirausaha bisa sukses dengan usaha
2.
Berorientasi
pada tugas dan hasil, semua tindakan dan keputusan yang dibuat bertujuan untuk
menyelesaikan tujuan usahanya
3.
Berani
mengambil risiko, tidak dilakukan dengan gegabah, melainkan melalui analisis
usaha yang matang
4.
Berjiwa
kepemimpinan, bertindak proaktif dan dapat berkomunikasi dengan baik, berkepala
dingin, mau mendengarkan saran dan kritik, dapat bersifat tegas, memiliki
kemampuan manajemen yang baik, dan menjadi teladan bagi orang lain
5.
Memiliki
ide yang orisinil, orang yang kreatif dan yakin bahwa ada cara-cara baru yang
lebih baik
6.
Berorientasi
pada masa depan, seorang wirausaha adalah seorang yang visioner dan selalu
memikirkan tentang masa depan usahanya
Melalui jurus awal yang dijalankan oleh Teman
ini, sudah dapat dikatakan bahwa Teman ini sudah memiliki jiwa wirausaha. Tanpa
belajar apa itu wirausaha, Teman ini sudah mempraktekkan langsung apa yang
menjadi potensi dirinya dalam menjalani usaha, serta mau mengasah potensi diri
yang dimiliki tersebut, dengan memanfaatkan dan menjalankan peluang usaha, yang
bersumber dari permasalahan yang dialami oleh warga yang bertempat tinggal di
desanya.
Ternyata wirausaha itu
timbul dari masalah yang ditemukan di lingkungaannya. Tidak usah berpikir
tentang modal dan tingkat pendidikan yang harus diwujudkan, tetapi berusaha
mewujudkan keinginan pribadi untuk mendapatkan penghasilan, dari upaya dirinya
untuk menggembleng dirinya menjadi wirausahawan. Teman ini baru menempuh
pendidikannya di tingkat sekolah dasar lho, namun sudah mampu menemukan
permasalahan yang dialami warga, pada waktu memenuhi kewajibannya dalam menemui
tamu di rumahnya. Sebagai orang yang menaruh hormat kepada tamu yang datang,
serta berusaha menjalankan budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan warga di
desanya, ditemukanlah berbagai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh warga.
Jadi, memulai kegiatan
untuk berwirausaha itu, tidak sesulit apa yang dibayangkan, dan tidak harus
memiliki modal untuk mulai berusaha (Zebua dan Wardoyo, 2022). Memulai
berwirausaha cukup mengamati berbagai permasalahan yang sedang terjadi di
sekitar kita, lalu menghubungkan permasalahan itu dengan potensi jati diri yang
dimiliki, tumbuhlah keinginan untuk memberikan solusi terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan di pasar (masyarakat). Selamat berwirausaha, bisa
dimulai dari hal yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai hari ini
hehehe.
Daftar pustaka
1. Meredith,
G.G., 1996. Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta: PT Pustaka Binaman
Presindo
2.
Sulaeman, B., 2021. Manajemen Kewirausahaan.
Yogyakarta: Deepublish
3. Zebua, M. dan Wardoyo, P., 2022. Kewirausahaan
Bagi Anda. Yogyakarta: Deepublish
Post a Comment for "WIRAUSAHA ALA ANAK DESA"