SKIL TAMBAHAN BAGI TENAGA KESEHATAN
Beberapa
hari yang lalu saya melihat dan mendengar Webinar Sosialisasi Permenkes No. 30
tahun 2019 melalui media alumni MMR Lintas Angkatan FK-UGM. Disana dijelaskan
bahwa tenaga kesehatan, khususnya tenaga dokter umum, dokter spesialis, dan
dokter sub spesialis telah melakukan pekerjaannya sebagai tenaga dokter di
rumah sakit, tetapi sebagian yang bekerja di rumah sakit tersebut, kompetensinya
banyak yang belum sesuai dengan klasifikasi sebuah rumah sakit.
Demikian
juga tenaga kesehatan yang lain seperti perawat dan bidan, dalam arti seorang
perawat tidak bisa menangani orang yang kebelet melahirkan, pada hal di wilayah
itu masih belum tersedia tenaga bidan. Jadinya ya bisa-bisa warga masyarakat kembali
memanfaatkan tenaga dukun melahirkan. Kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang
seperti ini, tentu banyak terjadi di daerah yang terpencil wilayahnya, serta
beberapa rumah sakit yang berlokasi di daerah Kepulauan.
Contoh
di daerah saya di Kepulauan Nias. Kepulauan Nias sekarang sudah menjadi 4
(empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota. Rumah sakit baru ada 1 (satu) RSUD tipe C
di Kabupaten Nias, sedang di Kabupaten Nias Selatan hanya ada 1 (satu) rumah
sakit tipe D milik pemerintah daerah dan 1 (satu) rumah sakit yang setara tipe
D milik swasta. Kabupaten Nias Utara sudah ada 1 (satu) rumah sakit tipe D
Pratama, dan di Kota sudah ada 1 (satu) rumah sakit yang setara tipe D milik
swasta. Kabupaten Nias Barat, dan Kabupaten Nias, belum ada rumah sakit yang
pelayanannya termasuk rumah sakit tipe D. Di luar yang disebutkan di atas, yah
. . hanya tersedia beberapa Puskesmas/Puskesmas rawat inap dan Puskesmas
Pembantu. Selain kondisi pelayanan kesehatan yang sangat minim, juga tenaga
kesehatan yang tersedia sangat kurang atau minim kompetensinya. Kalau
diperhatikan dengan sebuah renungan, tentu sistem rujukan pasien mungkin sulit
berjalan. Masa Puskesmas bisa langsung merujuk pasien ke rumah sakit tipe C.
Oleh karena itu, mestinya ada sebuah kebijakan dalam hal ini, agar kebutuhan
pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat terpenuhi, dan pelayanan
yang diberikan bisa berkualitas. Sekarang kan sudah zamannya pelayanan di
bidang kesehatan, harus terakreditasi sesuai hasil penilaian dari komisi
akreditasi rumah sakit (KARS).
Seorang
Pasien yang jatuh dan patah tulang, lalu dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan
awal, sesuai kondisi Puskesmas di wilayah itu. Setelah itu pasien dirujuk pada rumah
sakit tipe C di Kota, demi kesembuhan pasien. Jarak tempuh dari Puskemas ke
rumah sakit tipe C bisa saja sekitar 40 km jauhnya, dengan menggunakan
kendaraan. Apakah sistem rujukan ini dapat dibenarkan serian pembesuai
ketentuan Permenkes dan BPJS? Kalau berbicara tentang pelayanan kesehatan
berbasis pengguna jasa pelayanan, tentu yang paling dibutuhkan masyarakat
adalah adanya pelayanan yang bisa menangani penyakit yang diderita secara berkualitas
dan mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita.
Untuk
itu, penanganan pelayanan kesehatan bagi pasien yang sedang menderita itu,
seharusnya dinomorsatukan demi keselamatan. Untuk mewujudkan keselamatan ini
tentu harus ditangani oleh tenaga kesehatan yang profesional, dengan dukungan
kompetensi yang seharusnya. Apakah harapan warga masyarakat pada pemberian
pelayanan kesehatan bisa terpenuhi? Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
(SDM) kesehatan di daerah ya serba minim. Apalagi kalau dihubungkan dengan
Permenkes dan BPJS, wah . . kasihan betul pasiennya ya, karena pelayanan yang
diberikan SDM kepada pasien belum seperti yang diharapkan. Sistem rujukan pelayanan
juga belum bisa berjalan dengan baik, serta kompetensi tenaga kesehatannya
masih jauh panggang dari api.
Kalau
ini dipandang sebuah masalah bagi pasien, tentu harus dicari solusinya. Apa
solusinya? Berhubung akses pada pelayanan termasuk jauh, serta tenaga kesehatan
yang masih terbatas jumlah dari yang seharusnya, maka sebaiknya diberi beberapa
solusi yang bisa ditempuh oleh pengambil kebijakan, yaitu:
1. Akses
pada pemberi pelayanan kesehatan
Untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas sudah bisa ditempuh dengan jalan beraspal yang sudah dibangun melalui
program Dana Desa, tetapi sebagian jalan yang lain masih tanah. Kalau pas musim
hujan ya jalannya berlumpur hehehe. Untuk itu diminta kepada Kepala Daerah segera
merencanakan besarnya dana yang dibutuhkan pada jalan-jalan yang masih tanah
itu untuk diaspal, yang biayanya bersumber dari program Dana Desa
2. Memberikan
peluang bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan magang/short course
Pada daerah-daerah yang kurang memiliki tenaga
kesehatan, sebaiknya diberi kesempatan untuk menambah kompetensinya agar
memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa dipertanggungjawabkan pada waktu
menangani penyakit pasien. contoh, seorang dokter umum bisa melakukan magang di
rumah sakit besar, agar memiliki kompetensi untuk bisa menangani pelayanan
bedah umpamanya, minimal dalam hal operasi yang sifatnya minor atau hal-hal
lain yang tidak terlalu membahayakan keselamatan pasien. Demikian juga
pelayanan yang lain sesuai kondisi dan kebutuhan pasien di suatu wilayah.
Apalagi pada tahun 2020, nanti sudah masuk pada
program besar Presiden Jokowi yaitu peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM Indonesia,
sesuai bidang pelayanan kesehatan yang banyak dibutuhkan pasien. Kementerian
kesehatan sangat berperan dalam hal ini, untuk melakukan inventarisasi pada
banyak rumah sakit yang kira-kira mengalami tenaga kesehatan yang sangat minim,
serta beberapa tenaga kesehatan yang dimiliki belum sesuai dengan Undang-undang
tentang rumah sakit dan Permenkes. Mumpung kita berada di akhir tahun 2019 ini,
Kemenkes bisa segera memprogramkan pelaksanaan sistem magang ini sehingga bisa
diterapkan di tahun 2020 mendatang.
Sistem magang ini bisa dibuka kepada berbagai tenaga
kesehatan, seperti dokter umum, perawat, bidan, gizi, laboran, radiografer, dan
tenaga lain yang diperlukan rumah sakit. Barangkali sistem magang ini sangat
mendesak untuk bisa dilaksanakan, agar tenaga-tenaga kesehatan itu bisa
menangani pelayanan kesehatan berdasarkan kompetensi yang sudah dimiliki.
3. Rumah
sakit besar bertindak sebagai surveyor
Setelah tenaga kesehatan rumah sakit sudah melakukan kegiatan
magang/short course dalam beberapa
bulan, yang waktu magangnya ditentukan oleh rumah sakit besar tempat
dilaksanakan magang, maka selanjutnya Kemenkes/Dinas Kesehatan mengutus dan menentukan
rumah sakit mana yang bisa menjadi surveyor
secara berkala atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan sang magang
tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat kemahiran sang magang, di dalam
melakukan pekerjaannya sebagai hasil dari beberapa tugas yang sudah dilakukan.
Hasil dari keterampilan yang sudah dimiliki sang magang ini, perlu dibuat
laporan oleh sang surveyor kepada
rumah sakit tempat bekerjanya sang magang dan Kemenkes/Dinas Kesehatan.
Melalui pelaksanaan kegiatan surveyor ini, akan bisa menambah dan meningkatkan keterampilan sang
magang, di dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang
ditangani. Kegiatan surveyor ini akan
memercepat dan meningkatkan derajat skil dari tenaga kesehatan yang telah
melakukan magang, sehingga semakin terampil dan terpenuhinya kompetensi baru bagi
tenaga kesehatan, setelah menempuh kegiatan magang.
4. Penanganan
sistem rujukan yang sesuai dengan Permenkes dan BPJS
Kepada daerah-daerah yang masih terbatas tipe rumah
sakitnya, sebaiknya memprogramkan perencanaan pembangunan rumah sakit baru di
wilayahnya. Seperti di wilayah Kepulauan Nias tadi (sebagai contoh) sebagai
sebuah Kepulauan, perlu didirikan rumah sakit yang pelayanannya tergolong rumah
sakit tipe B di sebuah Kota dan/atau Kabupaten, terus di wilayah yang lain bisa
didirikan rumah sakit yang pelayanannya tergolong rumah sakit tipe C. Nah . .
untuk rumah sakit yang pelayanannya tergolong rumah sakit tipe D, bisa memilih
salah satu Puskesmas di wilayahnya untuk ditingkatkan pelayanannya setara
dengan pelayanan rumah sakit tipe D.
Semangat yang ditumbuhkan oleh Kemenkes di daerah-daerah
yang pelayanan kesehatan warga masyarakatnya terbilang masih minim, sangat
diharapkan dan dibutuhkan. Semangat yang sama dan adanya perencanaan dari
Kepala Daerah dalam menangani kesehatan warganya sangat diharapkan dengan
serius. Pikirkan dan perhatikan tentang kondisi kesehatan warganya, serta kompetensi
dari tenaga kesehatan yang bertugas di wilayahnya. Aktivitas ini beserta
program kerja nyata dari daerah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
warga masyarakat, menjadi sangat penting agar tujuan dari peningkatan kemampuan
dan keterampilan SDM khususnya SDM kesehatan dapat diwujudkan.
5. Pemenuhan
alat medik sesuai yang dibutuhkan pasien dan calon pasien di suatu wilayah
Hal yang berhubungan dengan hadirnya prasarana dan
sarana kesehatan di Kota/Kabupaten yang mampu menghidupkan sistem rujukan dan
kompetensi tenaga kesehatan di rumah sakit, sangat didukung tersedianya
alat-alat medik yang banyak dibutuhkan pasien di daerah itu. Tentu alat-alat
medik ini sangat bervariasi sesuai tipe rumah sakitnya.
Kebutuhan alat medik di rumah sakit merupakan pilar kedua
pelayanan setelah SDM kesehatan, sehingga diagnose dokter menjadi prima. Untuk
itu campur tangan dari Kemenkes, Dinas Kesehatan, dan Kepala Daerah sangat
membantu tersedianya alat medik di rumah sakit demi pemenuhan penanganan
pelayanan kesehatan warga masyarakat di masing-masing daerah. Mumpung kita
berada di penghujung tahun ini, perencanaan berbagai anggaran kesehatan di
tahun 2020 mendatang sangat mendukung peningkatan kesehatan warga masyarakat di
daerah serta penambahan kapasitas SDM kesehatan, sehingga memiliki kompetensi
di dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada warga masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan yang mumpuni.
Hal-hal
yang disebutkan di atas merupakan upaya untuk menangani kesehatan warga
masyarakat yang disesuaikan dengan kompetensi dari beberapa tenaga kesehatan
menurut undang-undang tentang rumah sakit, Permenkes yang sudah dihadirkan di
tahun 2019 ini, serta dalam upaya untuk mendukung sistem rujukan menurut BPJS.
Mestinya kita jangan terlalu beradu argumentasi dalam hal penyediaan tenaga kesehatan
yang harus begini dan begitu, tetapi mari mencari solusi permasalahan dalam
berbagai hal ketenagaan kesehatan dan kompetensi, seperti yang sudah dialami
kebanyakan daerah di Indonesia. Artinya, hal-hal yang akan dilakukan adalah
bagaimana upaya supaya Permenkes bisa dijalankan dengan baik serta sesuai
ketentuan yang sudah digariskan BPJS.
Pernah
saya dengar pendapat seseorang bahwa di Indonesia banyak melahirkan berbagai
ide-ide sehingga bisa dikatakan sebagai gudang ide, tetapi miskin untuk
mengeksekusi berbagai solusi untuk menangani berbagai masalah yang terjadi.
Oleh karena itu, mari merenung secara mendalam serta berusaha menentukan musuh bersama
di dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang bisa dipertanggungjawabkan kepada
warga masyarakat. Dengan pemahaman seperti itu, maka kita mestinya bisa menyiapkan
strategi yang diharapkan bisa mengalahkan musuh tersebut. Strategi inilah yang
perlu dipikirkan oleh pengambil kebijakan di bidang kesehatan, agar SDM
Indonesia semakin maju yang didukung oleh tingkat kesehatan yang prima. Menurut
Mahatma Gandhi, harta sejati adalah
kesehatan, bukan emas dan perak. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa kesehatan
adalah kata yang besar, soalnya ini mencakup tidak hanya tubuh, tetapi juga
pikiran dan jiwa. Bukan sekedar tidak sakit atau kesenangan saja, tetapi seluruh
keberadaan dan pandangan manusia (Jame
H. West).
Post a Comment for "SKIL TAMBAHAN BAGI TENAGA KESEHATAN"