Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

NARSISME

 

KALAU mau melihat karakter seseorang sejak dilaksanakan pemilihan umum (Pemilu) sampai telah selesainya diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia pada tanggal 14 Februari 2024 yang lalu, sangat terang benderang. Karakter orang per orang sangat kelihatan bahwa yang bersangkutan merasa lebih ahli atau lebih pintar dan lebih mengetahui segala sesuatu daripada orang lain. Bahkan sebagian dari manusia Indonesia sekarang cenderung bersifat narsisme, yaitu bergaya kepribadian egois, yang ditandai dengan keasyikan berlebihan dengan diri sendiri dan kebutuhannya sendiri, sehingga seringkali mengorbankan orang lain (Wikipedia).

Bagi peserta dan pendukung dari orang orang yang mengikuti pemilihan umum tersebut, seakan saling menampilkan kemampuan yang dimiliki, sedang orang lain kurang memiliki kemampuan. Menurut kacamata mereka, orang tersebut tidak ada apa-apanya, baik dari sudut pandang ilmu pengetahuan, pengalaman, maupun dari segi kemampuan memanajemeni pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya. Semuanya saling menyombongkan diri sambil memojokkan orang lain, bahwa yang lebih baik dan yang benar adalah aku . . aku . . aku hehehe.

Memang sih bagi yang mengikuti kontestasi politik pasti saling mempengaruhi dan saling bermanuver bahwa hanya diri sendiri yang terbaik dibandingkan dengan lawan politiknya. Karena saling mempengaruhi untuk menawarkan bahwa diri sendirilah yang terbaik, tentu terjadi gesekan gesekan dengan saling menjatuhkan dan saling memojokkan, bahkan berusaha me-down grade lawan politiknya. Sebetulnya hal ini wajar saja bila diikuti dengan data atau fakta, tetapi kalau kelihatannya menyempret perihal informasi hoaks umpamanya, tentu kurang elok jadinya hehehe.  

Ada sesuatu yang aneh dan mungkin sangat menyedihkan pada saat debat calon Presiden (Capres). Saking terlalu bersemangatnya dalam upaya menjatuhkan lawan debat, lalu keluar sebuah penilaian terhadap kinerja seseorang bahwa besaran nilai yang diberikan hanya sebesar nilai 5 (lima) dari 10 (sepuluh) atau 11 (sebelas) dari 100 (seratus) tanpa disertai data sebagai dasar dari pemberian sebuah penilaian hehehe. Jadinya aneh tho! Sepertinya memberi contoh bagi pemirsa televisi (TV) bahwa kalau melakukan penilaian terhadap segala sesuatu, boleh saja diungkapkan tanpa disertai data atau fakta yang dibutuhkan hehehe. Apakah hal ini bisa dimaklumi? Sementara yang memberikan sebuah penilaian merupakan orang orang yang sudah terdidik dan sudah ahli dalam bidangnya.

  Demikian juga penilaian dari beberapa Bos terhadap seseorang yang ikut dalam kontestasi politik, bahwa yang bersangkutan itu belum mempunyai pengalaman dan belum cukup umur, masih plonga-plongo, pengetahuannya masih minim, dan beberapa sebutan yang lain. Apa hal ini biasa terjadi pada sebuah negara yang mengaku sebuah negara demokrasi? Bagi pembaca tulisan ini, silahkan memberikan komentar yang bisa memberikan penjelasan dan pencerahan bagi kita, supaya dapat memiliki wawasan dan pengetahuan yang semakin baik di masa yang akan datang hehehe.

Seorang Teman Pak Y. Gea, yang biasa memanajemeni para wisatawan bila berkunjung di Pulau Nias, mengungkapkan uneg unegnya dengan mengatakan bahwa memang benar bahwa ada banyak orang pada waktu now menggunakan gelar pendidikannya sebagai alat untuk menyombongkan diri dan merasa bahwa Dia lebih hebat dari orang lain. Tak jarang oknum ini merasa lebih pintar, merasa superior dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Nah . .  uneg uneg ini bisa terlihat dan masif terjadi setelah keluar pengumuman dari komisi pemilihan umum (KPU) tentang calon Presiden (Capres) dan calon Wakil Presiden (Cawapres) yang ditetapkan sebagai pemenang dalam pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024. Pada kondisi ini, banyak bermunculan orang orang yang merasa diri lebih pintar, superior, dan mahatahu dengan sedikit menyombongkan diri hehehe.

 Berdasarkan perihal seperti yang diungkapkan di atas,  penulis menyarankan supaya manusia Indonesia pada waktu sekarang belajarlah mengungkapkan segala sesuatunya berbasis data atau fakta, sehingga hal hal yang diungkapkan itu dapat dipercaya dan meyakinkan orang lain. Kalau bisa tidak mengkomunikasikan hal hal yang masih praduga tanpa didukung data atau fakta yang sesungguhnya. Coba perhatikan komunikasi orang orang yang sebetulnya sudah sangat terdidik, bahkan kebanyakan sudah memiliki banyak gelar, dengan ringan sekali mengatakan bahwa orang itu masih belum cukup umur atau orang tersebut abuse of power hehehe. Apalagi pada zaman Pemilu sekarang ini, hasil dari kedaulatan rakyat yang sudah dinyatakan pada hari pencoblosan saja tidak dipercaya. Bahkan sekian banyak orang yang mengatakan bahwa Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2024 ini banyak terjadi kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Hai Saudaraku yang terkasih, manfaatkanlah ilmu dan keahlian Anda untuk bertindak dan mengungkapkan hal hal yang sifatnya berbasis data dan fakta, sehingga kehebatan Anda itu bisa bermanfaat bagi banyak orang. Janganlah mengkomunikasikan sesuatu berdasar amarah dan superior, tetapi biasakan melakukan perenungan secara personal terlebih dahulu terhadap apa yang akan dikomunikasikan kepada khalayak.

Memang kita ini ada yang kelihatan pintar, ada yang hanya belajar ilmu kehidupan, dan ada juga yang sudah memiliki pengalaman atau yang sering disebut Senior, karena itu gunakanlah komunikasi Anda yang didasari pada data atau fakta. Dengan demikian, kita bisa mengatakan sesuatu secara bijak, bahkan bisa menjadi sebuah inspirasi bagi banyak orang, yang pada akhirnya bisa memberikan banyak manfaat kepada orang lain.

Kalau kita berbicara sebuah kontestasi, apalagi itu merupakan kontestasi politik, pasti akan bermuara pada kenyataan bahwa pasti ada orang yang dinyatakan menang dan ada juga orang yang dinyatakan kalah. Oleh karena itu, lakukanlah evaluasi pada perjalanan hidup selama mengikuti proses kontestan, dan mungkin perlu diadakan koreksi terhadap hal hal yang menyebabkan kita mengalami kekalahan. Selama Anda menghargai kedaulatan rakyat bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, sangat dipercaya bahwa apabila nantinya dinyatakan kalah, sebaiknya lakukanlah sebuah evaluasi terhadap diri sendiri sehingga menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Contohlah semangat yang dimiliki Prabowo Subianto, walaupun beberapa kali kalah dalam mengikuti kontestasi politik Pilpres, tapi pada akhirnya menuai kemenangan, tentu setelah melakukan evaluasi terhadap perjalanan hidup selama mengikuti kontestasi. Salam evaluasi!

Post a Comment for "NARSISME"