Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MESTINYA PEMIMPIN ITU JAGO MARKETING

 

BELUM lama ini atau tepatnya tanggal 14 Januari 2016, Kota Jakarta dikejutkan dengan hal yang sangat menakutkan yaitu Bom meledak di kawasan Plaza Sarinah dan Starbucks, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat dengan membawa beberapa korban. Beberapa jam setelah bom meledak sekitar 2-3 (dua sampai tiga) kilometer dari Istana, Presiden Jokowi yang masih melakukan kunjungan kerja di Cirebon, menyampaikan informasi yang sangat bermakna dalam yaitu “jangan takut dan jangan kalah dengan teroris”. Apa yang terjadi setelah itu? bermunculan aksi solidaritas massal yang bertajuk: “kami tidak takut dan/atau we are not afraid”. Inilah sebuah aksi solidaritas yang memberi semangat kepada kita masyarakat Indonesia bahwa kita jangan takut kepada teroris. Mari melawan teroris. Wow, sebuah perlawanan yang dilakukan dengan penuh semangat.

 

Semangat masyarakat yang digambarkan dalam kata-kata “kami tidak takut” menandakan sebuah respon masyarakat setelah Presiden Jokowi berkata jangan takut dan jangan kalah dengan teroris. Inilah respon masyarakat setelah Presidennya mengajak untuk melawan teroris yang melakukan kegiatan tidak manusiawi itu.

 

Dengan demikian, Pemimpin itu seharusnya bisa mempengaruhi dan harus mampu bertindak sebagai seorang marketer juga. Kalau jabatannya itu Presiden maka harus mampu memasarkan program kerjanya kepada masyarakat, harus mampu juga memasarkan negaranya. Harus mampu memasarkan potensi yang dimiliki negaranya kepada pihak lain. Harus mampu menawarkan produk yang dimiliki kepada pihak lain demi mewujudkan kemakmuran bagi warganya.

 

Pada era sekarang seorang presiden harus memiliki jiwa marketing. Hal ini perlu dilakukan demi kemajuan negaranya,  kata mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Apabila menginginkan negaranya maju, Presiden harus langsung turun tangan untuk menunjukkan keseriusannya memajukan negaranya. Hal ini dikatakan Dahlan Iskan pada waktu mau menemui Presiden Vietnam Truong Tan San di Hotel Kempinski, Jakarta. Pertemuan ini dilakukan dalam rangka perusahaan badan BUMN melakukan ekpansi bisnis ke Vietnam.

 

Berdasarkan pendapat Dahlan Iskan di atas, saya terus ingat cerita dan penjelasan seorang pakar manajemen dan wirausaha Dr. Z.Heflin Frinces, B.Sc, M.Sc.Soc, MA. Beliau pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Pascasarjana Magister Manajemen (MM) STIE Mitra Indonesia, Yogyakarta dan sekarang Beliau sebagai Staf Khusus Gubernur Kalimantan Timur. Ceritanya begini, ada seorang investor dari Amerika mau berinvestasi di Indonesia. Investor ini terbang ke Indonesia untuk menemui Menteri Perindustrian pada waktu itu, dengan tujuan untuk menyampaikan keinginannya mau melakukan investasi di Indonesia. Sambil menyiapkan diri untuk menemui Menteri Perindustrian, sang Investor menunggu di hotel. Sang Menteri dihubungi melalui ajudan Menteri dan diinformasikan bahwa ada tamu yang mau bertemu, seorang investor dari Amerika. Sang Menteri berkata dan menjawab bahwa sedang rapat di Istana Negara.

 

Sang investor dengan sabar menunggu di hotel sampai sore hari, namun apa yang terjadi, sang Menteri tidak memberikan kabar lagi. Tidak ada informasi dari sang Menteri apakah mau bertemu dengan sang investor atau tidak bisa bertemu.

 

Karena tidak ada kabar berita, maka besoknya sang investor kembali ke negaranya dengan tangan hampa. Niat yang tulus tidak dapat diwujudkan, karena pada waktu itu yang namanya seorang Menteri (era Presiden Soeharto) bagaikan raja yang harus disembah hehehe.

 

Apa yang terjadi kemudian? Ternyata cerita ini sampailah di telinga Lee Kuan Yew, yang bertakhta sebagai Perdana Menteri Singapura sejak tahun 1959 sampai tahun 1990. Apa yang dilakukan Lee Kuan Yew setelah mendengar berita yang menggembirakan ini? Lee Kuan Yew bersama beberapa Menterinya terbang ke Amerika untuk menemui sang investor. Lee Kuan Yew ingin mendengarkan dan melihat keseriusan sang investor tersebut untuk melakukan investasi. Setelah mengetahui keseriusan sang investor, lalu sang Perdana Menteri langsung mengundang sang investor untuk datang di Singapura, untuk melakukan pembicaraan secara detail bagaimana bentuk kerjasama antara sang investor dan pemerintah Singapura.

 

Setelah sang investor sampai di Singapura, Perdana Menteri Lee Kuan Yew mengadakan rapat dengan para Menterinya serta menawarkan kepada sang investor bahwa apabila menginginkan kantornya nanti mau bersebelahan dengan kantor Perdana Menteri, dipersilahkan tanpa membeli tanah, tetapi dalam beberapa puluh tahun mendatang, kantor itu akan menjadi aset Negara Singapura. Dan juga tidak perlu membayar pajak selama 5 (lima) tahun mendatang, asalkan seluruh dana yang dimiliki yang akan dipergunakan sang investor untuk berinvestasi di Singapura, dikirim secepatnya ke bank Singapura. Setelah tercapai kesepakatan antara sang investor dan pemerintah Singapura, sang investor dan pemerintah Singapura berusaha menepati apa yang telah disepakati bersama.

 

Sang investor mengirim dana investasi itu di bank Singapura. Tentu dananya sangat besar dan penggunaannya pun secara bertahap. Berdasarkan kondisi ini, uang berlimpah di bank Singapura. Lalu keadaan ini dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Perdana Menteri yang mempunyai jiwa wirausaha itu, menyerukan kepada warganya, apabila mau berusaha silahkan melakukan pinjaman di bank yang besarnya sesuai dengan usaha yang akan didirikan. Para peminjam tidak perlu membayar pajak usaha dalam waktu 5 (lima) tahun mendatang. Silahkan mengangsur setelah berusaha 1-2 tahun.

 

Apa yang terjadi setelah ada seruan dari Perdana Menteri Singapura itu? Warga masyarakatnya mendadak banyak yang mau berusaha, mendadak tumbuh jiwa wirausaha bagi warganya. Sejak diberi peluang untuk berusaha oleh Pemimpinnya, akhirnya Singapura memiliki warga yang berjiwa wirausaha pada tahun 2005 sudah mencapai 7,2% dari jumlah penduduknya. Menurut Ciputra (2008) suatu Negara akan menjadi makmur apabila mempunyai wirausahawan sedikitnya 2% dari jumlah penduduk. Untuk Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 220 juta (2008), berapa jumlah wirausahawannya? Ternyata di Negara Indonesia baru terdapat wirausahawan sebanyak 0,18% dari jumlah penduduknya. Ini pun jumlah wirausahawan terhitung sejak Indonesia merdeka lho hehehe.

 

Apa yang dapat kita pelajari dari informasi di atas? Bahwa setiap Pemimpin baik sebagai Kepala Negara, Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota, Kepala Dinas, Camat maupun Lurah/Kepala Desa harus berjiwa marketing. Harus menunjukkan kemampuannya sebagai marketer untuk memasarkan produk-produk yang telah dan akan dimiliki oleh warganya. Contoh, warga masyarakat mengeluh pada salah satu produk yang dihasilkan warganya, umpamanya seperti karet, harga per kilogramnya terjun payung alias semakin murah. Info ini tentu harus direspon dengan cepat oleh Pemimpinnya, untuk melakukan berbagai upaya agar harga karet warga tidak semakin murah, serta mengusahakan kejelasan siapa pasarnya (pembelinya), sehingga bisa turutserta memasarkannya (di wilayah Palembang sudah ada pabrik aspal, yang bahan bakunya bersumber dari karet).

 

Demikian juga tentang potensi produk wisata di daerah kita, yang sudah menjadi anugerah dari Tuhan yang Maha Esa. Alam Kepulauan Nias umpamanya, sangat menarik (ini komentar banyak orang di luar orang Nias). Kepulauan Nias memiliki banyak pantai yang indah-indah, memiliki pemandangan di bawah laut yang sangat menarik, memiliki batu-batu yang unik, memiliki alam yang unik, memiliki budaya yang adi luhung, memiliki banyak ekonomi kreatif, memiliki hasil kerajinan yang baik, serta memiliki kuliner beraneka ragam. Kita banyak memiliki produk-produk wisata potensial.

 

Sebagai seorang marketer, tentu perlu memoles produk-produk wisata itu, agar siap ditawarkan kepada para wisatawan. Baik kepada wisatawan nusantara maupun kepada wisatawan dari mancanegara. Bagaimana memolesnya? Tentu melakukan identifikasi seberapa banyak produk wisata yang terdapat di daerah kita. Produk wisata mana yang sudah siap ditawarkan kepada wisatawan. Produk wisata mana yang baru setengah jadi, dan produk wisata mana yang berpotensi untuk ditawarkan kepada para wisatawan. Apa saja jenisnya dan bagaimana memasarkannya. Inilah pemikiran-pemikiran yang perlu dipupuk dan ditumbuhkan oleh seorang Pemimpin. Inilah respon yang segera dikomunikasikan kepada warganya, agar bersama-sama menawarkan produk wisata kepada pasar (masyarakat pengguna). 

 

Tanpa ada keseriusan dari seseorang yang sedang menyandang jabatan sebagai seorang Pemimpin, semuanya mengalami kesulitan. Tidak terfokus dan tidak bersistem. Dan akhirnya tidak dapat menjual potensi yang dimiliki. Menurut banyak orang, setiap daerah di Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang pariwisata. Banyak keunikan dan daya tarik pada potensi yang dimiliki daerah. Mengapa kita tidak fokus pada kelebihan yang telah dimiliki daerah kita?.  Mengapa kita masih mencari jati diri dengan melakukan berbagai perjuangan untuk mendapatkan jati diri tersebut?

 

Untuk itu diminta kepada Bapak-Ibu yang sedang bekerja sebagai Pemimpin di daerah, perhatikanlah potensi yang telah dimiliki daerah. Potensinya tentu lebih banyak yang berkaitan dengan pariwisata. Bangun dan kembangkan potensi pariwisata yang telah dimiliki itu. Dan tawarkan potensi yang sudah ada itu kepada para wisatawan agar potensi tersebut dapat digunakan untuk mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi warganya, Sekali lagi seorang Pemimpin harus memiliki jiwa marketing, agar potensi yang dimiliki wilayahnya, mampu melakukan tindakan pemasarannya kepada pihak internal dan pihak eksternal. Selamat menjadi Pemimpin yang dapat bertindak sebagai marketer.          

 

Post a Comment for "MESTINYA PEMIMPIN ITU JAGO MARKETING"