Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEMETAAN SDM DI RUMAH SAKIT

1.    Pendahuluan

JUDUL dari tulisan ini merupakan sebuah ide, agar tercipta kejelasan karier dan masa depan dari sumber daya manusia (SDM) yang berkarya di rumah sakit. Andai bisa diciptahan pemetaan SDM ini di rumah sakit, dipastikan setiap SDM yang berkarya di rumah sakit dapat mengenal dan mengetahui lebih jelas masa depan karier yang bisa diwujudkan, sehingga memberikan daya dorong dan semangat untuk berkarya di rumah sakit dengan tenang, sehingga setiap SDM bisa menjalankannya dengan sepenuh hati.

 

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, dan instalasi gawat darurat (UU No. 44, 2009). Sebagai penyelenggara pelayanan jasa dalam berbagai jenis pelayanan, tentu membutuhkan banyak SDM, sehingga sering disebut rumah sakit itu merupakan usaha yang padat karya.

 

Pada awalnya SDM rumah sakit, kapasitasnya mungkin agak minim. Pendidikan dan keterampilan masih terbatas, sehingga ada sebuah pemakluman bahwa yang penting ada orangnya, sedang pengetahuan dan keterampilan bisa diajarkan sambil bekerja. Sumber daya manusia (SDM) rumah sakit memang sangat banyak. Mereka terdiri dari tenaga medis, tenaga perawat/bidan, tenaga penunjang, dan tenaga non medis. Meskipun SDM rumah sakit banyak dan dari berbagai latarbelakang pendidikan dan budaya, tetapi tujuannya sama yaitu ingin melayani sesama insan yang membutuhkan pelayanan kesehatan, agar bisa sembuh dari penyakit yang sedang diderita.

 

Pada waktu sekarang, pelayanan rumah sakit berada pada era reformasi dan era globalisasi, yang menuntut pola pikir secara global dan stratejik. Jika rumah sakit diumpamakan sebagai 1 (satu) rumah yang dihuni oleh seluruh SDM rumah sakit yang tergolong banyak itu, tentu banyak keinginan dan kebutuhannya. Apabila kurang ditangani dengan baik, bisa-bisa menjadi beban dan bukan sebagai modal atau sumber daya rumah sakit. Kalau jumlah SDM itu dihubungkan dengan jumlah bed rumah sakit, apakah rumah sakit mampu bergerak lincah atau justru berjalan sangat lambat? Nah, disinilah diperlukan pola pikir yang stratejik.

 

2.    Komitmen Pemimpin Rumah Sakit

Mengajak SDM pada garis start dan berlari bersama menyongsong garis finish dalam bidang pelayanan kesehatan, tidaklah mudah bahkan merupakan pekerjaan yang berat dan kompleks bagi Pemimpin rumah sakit. Beratnya adalah bagaimana membawa SDM rumah sakit bisa masuk dan bermain dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan pada bidang kualitas SDM pada waktu memberikan/menunaikan pelayanan di rumah sakit.

 

Pemimpin rumah sakit harus menyadari betul mengenai era globalisasi dalam hal pemberian pelayanan kesehatan. Untuk itu Pemimpin rumah sakit perlu melakukan pemetaan yang stratejik terhadap SDM rumah sakit, melalui brainstorming antar pemangku kepentingan manajemen rumah sakit. Banyak hal yang bisa dilakukan menuju pemetaan SDM rumah sakit yang stratejik, seperti pendalaman pada: a. Pengembangan dan pemanfaatan kompetensi SDM rumah sakit; b. Pengalaman sebagai manajer personalia/SDM di rumah sakit; c. Hubungan industrial pancasila, sebagai salah satu pendorong kinerja SDM rumah sakit; d. Permasalahan SDM rumah sakit; dan e. Formulasi map (peta) strategi SDM rumah sakit, sebagai hasil dari rumusan yang disampaikan kelompok-kelompok diskusi melalui pelaksanaan kegiatan brainstorming antar pemangku kepentingan di rumah sakit.

 

3.    Sumber Daya Manusia Sebagai Aset Rumah Sakit

Aset suatu usaha banyak, seperti tanah, bangunan, alat-alat, SDM, dan yang lainnya, tetapi aset yang utama adalah SDM. Mengapa SDM disebut aset utama? Karena SDM memiliki keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, dan memiliki kemampuan bekerjasama dengan rekan sekerjanya. Keterampilan dan kemampuan dalam mengelola pekerjaan akan mendatangkan hasil dan manfaat pada usaha tersebut. Melalui keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki SDM, menjadikan suatu usaha dapat menghasilkan customer value, proses cost effective dan mampu bersaing dalam jangka panjang. Karena itu SDM sekarang bukan lagi sebagai biaya tetapi merupakan sebuah investasi (modal) dari organisasi usaha kesehatan.

 

Dalam pelayanan kesehatan, SDM juga merupakan aset utama dan memegang peranan penting dalam proses pelayanan rumah sakit. Sebagai user pelayanan rumah sakit yaitu pasien, sangat mengharapkan tercapainya tingkat kepuasan atas keinginan dan kebutuhannya. Hal ini didapatkan pasien melalui pelayanan yang diterima selama di rumah sakit, seperti pelayanan petugas parkir, Satpam, rekam medis, perawat, dokter, penunjang medis, administrasi dan non medis lainnya. Keseluruhan pelayanan yang diterima pasien itu disebut produk jasa pelayanan rumah sakit.

 

Setiap produk pelayanan rumah sakit yang digunakan pasien, sangat menentukan citra pelayanan rumah sakit. Karena itu penampilan produk jasa pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh keterampilan dan kemampuan SDM-nya dalam memberikan pelayanan kepada pasien rumah sakit. Apabila salah satu petugas dari suatu gugus kerja memberi pelayanan yang kurang baik kepada pasien, maka citra pelayanan rumah sakit menjadi jelek.

 

Menurut Ulrich, dkk (1999), human capital itu, yaitu: a. Merupakan satu di antara sedikit aktiva organisasi yang dapat berkembang; b. Mudah dibawa pergi; c. Telah dikelola secara salah dan bahkan tidak dikelola; d. Berhubungan langsung dengan persepsi customer terhadap organisasi; dan e. Menarik sumber daya lain menjadi satu. Sumber daya manusia (SDM) yang bertindak sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana, dan pengendali atas pekerjaan, perlu mendapatkan perhatian dengan sungguh-sungguh. Karena itu, kiat Manajer SDM dan Pemimpin rumah sakit dalam mengelola SDM rumah sakit, sangat berpengaruh dalam menghadirkan pelayanan yang baik kepada pasien. 

 

4.    Pemetaan SDM Rumah Sakit

a.    Pemberdayaan SDM lama

Kegiatan ini menyangkut pemberdayaan SDM dalam hal: a. Pengembangan kapabilitas untuk menerapkan pengetahuannya pada alat, produk, dan proses pelayanan; b. Penyediaan teknologi yang memadai; c. Penyediaan fasilitas information sharing; d. Pemberian wewenang untuk mengambil keputusan; dan e. Pemberian penghargaan atas kinerja SDM. Pemberdayaan SDM ini mendorong Pemimpin rumah sakit untuk: a. Berupaya mengurangi hierarki (birokrasi); b. Meningkatkan skill dan knowledge SDM; c. Meningkatkan peran aktif dan kinerja SDM.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan lagi adalah SDM dengan segala aktivitasnya merupakan performance of hospital management. Karena itu SDM perlu diberi continuous training sesuai kinerja dan karier yang diharapkan oleh Pemimpin rumah sakit.

 

Dalam pengembangan SDM, banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk dijadikan parameter antara lain: a. Masa kerja; b. Hasil penilaian kinerja; dan c. Kedisiplinan. Perumusan persyaratan seperti disebut di atas, hendaknya disiapkan Manajer SDM serta dijalankan secara transparan bagi seluruh SDM rumah sakit. Parameter pengembangan SDM ini harus baku dan tertulis.

 

Mengenai pemberian training kepada SDM rumah sakit, dapat dilakukan kepada Staf atau Manajer dalam upaya untuk mewujudkan pengembangan pelayanan dan arah kebutuhan pasar. Jenis training yang diberikan sesuai fokus pelayanan Gugus Kerja (gugus tugas), seperti intermediate atau advanced management cource, manajemen perubahan, sistem informasi manajemen rumah sakit dan lain-lain. Harapannya jenis training yang diberikan ditentukan oleh Manajer SDM berdasarkan analisis kebutuhan pengembangan pelayanan dan kinerja SDM/Gugus Kerja yang akan dituju, yang mampu mewujudkan visi dan misi Pemimpin rumah sakit. Melalui penguasaan pada masalah ini, maka pada setiap awal tahun, Manajer SDM bisa memprediksi jumlah SDM yang akan mengikuti training serta jenis trainingnya, termasuk anggaran training itu sesuai kebutuhan.  

 

Untuk mengakomodir continuous training bagi SDM lama, diperlukan peta (map) SDM berdasarkan tingkat pendidikan seperti SD, SMP, SMA, D3, S1, S2, dan S3, dari masing-masing jenis SDM seperti dokter, perawat/bidan, pembantu perawat/bidan, penunjang medis, dan non medis. Pengembangan SDM lama perlu ditangani serius oleh Manajer SDM, dengan cara: a. Terus menerus diseleksi; b. Diteliti bakat, potensi, kesehatan, dan kepribadiannya; c. Didorong dan diberi kesempatan untuk dilatih dan dikembangkan; d. Diberi pengertian tentang jenjang karier yang jelas, dan bermanfaat bagi rumah sakit dan dirinya; e. Harus diberi tantangan dan kesejahteraan memadai; dan f. Berhasil diberi penghargaan, gagal disiapkan pensiun. Untuk kegiatan ini dibutuhkan anggaran dari rumah sakit (Hardjono, 2000).

 

Pengembangan SDM harus diikuti dengan pengembangan organisasi human resources department (HRD). Struktur organisasinya harus menggambarkan tanggungjawab dalam hal rekrutmen (pengadaan) SDM. Pengembangan SDM termasuk konseling, serta pemeliharaan, dan penggunaan SDM, bisa dilaksanakan apabila ada komitmen penuh dari Pemimpin rumah sakit, termasuk pendelegasian wewenang kepada Manajer SDM untuk mengelola SDM dengan penuh tanggung jawab.

 

b.    Rekrutmen SDM yang Baru

Kegiatan ini diawali dengan analisis pekerjaan, yaitu: a. Deskripsi pekerjaan; b. Spesifikasi pekerjaan; dan c. Evaluasi pekerjaan. Analisis ini penting diketahui Manajer SDM, agar memiliki gambaran tentang fokus pekerjaan dari masing-masing Gugus Kerja. Selain itu agar pekerjaan Gugus Kerja menjadi efektif dan efisien, perlu dilakukan analisis work-load, sehingga dapat memahami kebutuhan SDM di Gugus Kerja dan di rumah sakit. Hasil akhir dari analisis ini akan memudahkan Manajer SDM untuk membuat perencanaan SDM rumah sakit pada setiap awal tahun, sekaligus menjadi pegangan Pemimpin rumah sakit dalam menentukan kebijakan.

 

Kunci keberhasilan SDM rumah sakit di masa depan terletak pada sistem rekrutmen, karena SDM baru merupakan potensi regenerasi pada masa yang akan datang. Untuk mendapatkan potensi SDM yang diharapkan, perlu dan harus dijaring secara profesional, berkualifikasi tinggi dan harus memiliki potensi lebih baik dari yang sudah ada. Sumber daya manusia (SDM) baru harus mempunyai bakat, minat, dan semangat kuat untuk berkembang dan menjadi mahir atau terampil, serta menunjukkan kemampuan untuk bekerjasama dengan SDM lainnya.

 

Pelaksanaan rekrutmen, perlu dilakukan oleh Tim yang memahami visi dan misi Pemimpin rumah sakit, pengembangan pelayanan, dan pasar SDM. Tim SDM ini menyiapkan berbagai materi tes yang sesuai dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rekrutmen.

 

Setelah SDM baru diterima rumah sakit, diberi waktu orientasi dengan jadual terpadu dan jelas serta diberi bimbingan dalam bentuk pra jabatan/basic management cource. Materi dari orientasi dan basic management cource ditangani langsung oleh Manajer SDM, bekerjasama dengan Bagian atau Pihak Lain, terutama Bagian yang akan menerima SDM baru. Model ini betul-betul memberi arahan dan pemahaman tentang kondisi umum rumah sakit, budaya pelayanan rumah sakit, ruang lingkup pekerjaan yang akan diemban, pemahaman tentang kerjasama, dan lingkungan yang akan dipengaruhi atau yang memengaruhi.

 

Untuk mewujudkan kinerja SDM yang memadai, penempatan SDM hendaknya sesuai dengan latar belakang pendidikan, jenis keterampilan yang dimiliki, analisis pekerjaan, dan work-load Gugus Kerja. Pelaksanaannya menjadi tanggungjawab Manajer SDM, karena merekalah yang aktif memonitor kinerja SDM rumah sakit, walaupun dengan bantuan dari Gugus Kerja lain. Penempatan yang benar akan memacu SDM untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik pada Gugus Kerja di rumah sakit.  

 

c.    Alur Karier SDM

Alur jenjang karier SDM di rumah sakit sangat dibutuhkan, sejak SDM mulai masuk bekerja sampai saat pensiun. Alur ini menjadi sangat penting, agar SDM krasan (betah) menjadi SDM yang berkinerja baik di rumah sakit. Untuk mewujudkannya, diperlukan adanya kegiatan sambung ide. Dalam sebuah pertemuan yang menghadirkan sistem brain storming, perlu dibahas secara mendalam sehingga bisa menghasilkan satu atau beberapa rekomendasi.

 

Seorang dokter umum yang lulus pada umur 25 tahun dan bekerja di rumah sakit, harus mengabdi dulu di rumah sakit selama 5 (lima) tahun. Dua (2) tahun kemudian, si dokter diberi waktu untuk memilih karier, apakah tetap pada profesi dokter atau pada manajerial sebagai middle manager. Kalau kinerja menunjukkan tren baik, maka bisa studi lanjut mengambil spesialis selama 4-6 tahun.

 

Setelah lulus, maka 5 (lima) tahun kemudian sebagai masa pengembalian ikatan dinas. Selama melaksanakan pengembalian ikatan dinas itu, akan diamati selama 1 (satu) tahun, dan apabila penilaian dapat berhasil baik, maka bisa melanjutkan studi sub spesialis selama 5 (lima) tahun dan/atau tetap pada profesi atau menjadi junior top manager atau junior manager Unit Bisnis Strategis (UBS).

 

Selanjutnya, kalau menunjukkan hasil kerja yang sangat baik, maka bisa menjadi senior top manager atau senior manager atau seorang tenaga ahli dan/atau tetap pada profesi.

 

Jenjang karier ini dapat dilalui apabila SDM itu menunjukkan kemampuan, minat, dan bakat selama bekerja di rumah sakit. Melihat alur jenjang karier SDM dari level 1 (satu) sampai level 5 (lima) umpamanya, memberi gambaran bahwa SDM baru bisa mengabdi di rumah sakit minimal 23 tahun atau lebih sampai pensiun pada umur 60 tahun atau 65 tahun. Demikian juga siklus kehidupan dan karier SDM lainnya di rumah sakit.

 

Dalam alur karier ini, SDM rumah sakit harus memilih yang paling sesuai dengan bakat dan minatnya, apakah pada jalur fungsional atau jalur manajerial. Kalau pilihannya tepat dan diberi kesempatan oleh rumah sakit, maka pada akhirnya posisi career development dan training, SDM akan memberi banyak manfaat, baik bagi rumah sakit, SDM maupun bagi customer rumah sakit (Kuntjoro, 2000). Jadi ketiga-tiganya mendapatkan manfaat yang mendukung keberadaan dan masa depan rumah sakit dalam mencapai produktivitas, profitabiltas, dan kualitas pelayanan.

 

Untuk menangani SDM lama perlu diproses dengan cara memasukkan setiap SDM rumah sakit ke dalam peta (map) alur karier SDM yang terdiri dari 5 (lima) level umpamanya. Setelah itu baru diketahui posisi SDM berada pada level 1 (satu), level 2 (dua), level 3 (tiga), level 4 (empat), atau pada level 5 (lima). Semua SDM rumah sakit dimasukkan pada level-level ini sesuai dengan jabatan yang diemban SDM di rumah sakit. Kejelasan level SDM akan memudahkan pengaturan jenjang karier masing-masing SDM.

 

Untuk memahami mengenai level-level seperti yang disebutkan di atas, perlu diberi gambaran agar dapat dipahami. Level 1 (satu) yang disebut assessment phase terdiri dari profesi dokter, profesi perawat, dan profesi non medis. Level 2 (dua) yang disebut development phase I, nilai SDM meningkat dalam hal spesialisasi dan pendidikan lanjutan bagi profesi dokter, profesi perawat, profesi non medis, dan profesi dalam jabatan middle manager.

 

Level 3 (tiga) masuk pada pengembalian ikatan dinas (masa bakti) bagi semua profesi yang diberi peluang oleh rumah sakit. Level 4 (empat) bagi yang sudah masuk pada sub spesialis medis dan perawat serta tenaga ahli, yunior top manager dan yunior manajer unit bisnis strategis, yang disebut development phase II. Level ke 5 (lima) disebut maturity phase pada tenaga medis dan perawat serta tenaga ahli, senior top manager dan senior top manajer unit bisnis strategis.

 

5.    Peran Manajer SDM

Pada era manajemen tradisional, Manajer SDM hanya bertindak sebagai Unit Pelaksana, yang pekerjaannya hanya bersifat administratif saja yaitu merekam riwayat SDM, mulai bekerja, pendidikan, jumlah gaji, jumlah absensi, dan tindakan indisipliner. Pada kondisi ini pengelolaan SDM hanya: a. Dianggap sebagai biaya; b. Seperti objek mati yang diatur dengan berbagai peraturan yang membelenggu kreativitas; c. Dituntut kepatuhan dan kesetiaan pada Pemimpin; d. Berorientasi pada peraturan; e. Difokuskan untuk berkompetisi demi kemajuan dirinya sendiri; f. Berorientasi pada hirarki (status dan pangkat); g. Kurang diberi peluang untuk mencoba sesuatu yang baru agar terhindar dari risiko; dan h. Tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

 

Pada era manajemen kontemporer (modern), Manajer SDM sudah harus maju. Bagian ini dipacu sebagai unit pemikir dan pengelola. Fungsinya sudah berkembang semakin jauh yaitu sebagai unit yang mengembangkan SDM, yang mengkaji kebutuhan SDM di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

 

Pada kondisi kontemporer, maka pengelolaan SDM seharusnya: a. Dianggap sebagai aset (modal); b. Dikembangkan sebagai individu yang mempunyai integritas dan keinginan untuk berbakti pada organisasinya dan bangsa; c. Dikembangkan komitmennya pada pekerjaan; d. Berorientasi ‘hasil’; e. Difokuskan pada kerjasama untuk kepentingan bersama; f. Fokus pada jaringan kerja profesional tanpa memperhatikan pangkat dan status; g. Diberi kesempatan untuk mencoba hal baru walaupun risikonya cukup besar; dan h. Dilibatkan secara maksimal dalam pengambilan keputusan (Ancok, 1998).

 

Berpedoman pada era manajemen kontemporer, maka Manajer SDM harus memiliki paradigma baru yaitu mengelola SDM dalam era kontemporer. Mengapa harus demikian? Karena seluruh SDM dan pejabat di lingkungan rumah sakit merupakan customer utama dari Manajer SDM. Keberhasilan Manajer SDM harus didukung pemahaman pada peraturan-peraturan rumah sakit (hospital by laws). Selain itu mengakomodir juga segala permasalahan SDM dan diperhadapkan dengan peraturan yang ada. Apabila menimbulkan friksi, Manajer SDM berinisiatif mengusulkan peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya Kerjasama, termasuk pengukuran kinerja dari SDM dan kepala Gugus Kerja.

 

Untuk mengukur kinerja, Manajer SDM harus memahami betul tentang: a. Beban pekerjaan gugus kerja; b. Kualifikasi SDM; c. Ukuran keberhasilan SDM; d. Ukuran keberhasilan pejabat struktural; dan e. Parameter seorang SDM yang akan duduk dalam suatu jabatan. Selanjutnya Manajer SDM harus menguasai juga mengenai informasi tentang hak dan kewajiban SDM rumah sakit serta hak dan kewajiban rumah sakit, serta menjalin kerjasama dengan berbagai instansi untuk pemantapan pengelolaan SDM.

 

Efisiensi tenaga perlu dipikirkan juga termasuk pemberdayaan SDM lama. Kalau perlu melakukan contracting out pada pekerjaan tertentu, seperti taman, cleaning service, pemeliharaan bangunan fisik rumah sakit, Satpam, instalasi gizi, dan lain-lain. Semuanya perlu dipikirkan dengan renungan yang mendalam oleh Manajer SDM dengan penuh komitmen dan professional, agar tercipta saling membutuhkan antara SDM dan rumah sakit.

 

Pengalaman membuktikan bahwa masih banyak yang perlu di follow up oleh Manajer SDM terhadap setiap SDM di rumah sakit. Pemahaman pada berbagai keadaan yang telah dipahami oleh Manajer SDM, hendaknya ditanggapi dengan kerja keras dan penuh harapan. Hal-hal yang segera direspon oleh Manajer SDM, antara lain: a. Mengusulkan struktur organisasi Manajer SDM  yang baru; b. Mengusulkan anggota Tim pengembangan SDM termasuk remunerasi dan konsultasi SDM; c. Mengusulkan bentuk pengembangan SDM, baik sebagai Staf maupun sebagai Manajer; d. Mengusulkan bahan peraturan lokal rumah sakit sebagai penjabaran dari berbagai peraturan yang ada di atasnya; e. Mengusulkan parameter penilaian kinerja menurut Gugus Kerja; f. Mengusulkan mekanisme rekrutmen SDM, pengembangan SDM, dan mutasi SDM; g. Memberikan pedoman pelaksanaan analisis pekerjaan; h. Mengusulkan metode penilaian SDM kontrak (kalau ada) untuk diangkat pegawai; i. Mengusulkan kriteria kenaikan pangkat biasa atau istimewa; j. Menganalisis work-load gugus kerja; k. Mengusulkan metode pelayanan kesehatan SDM; dan l. Mensosialisasikan semua peraturan (hospital by laws) dan perubahan di bidang SDM. 

 

Daftar Pustaka

1.   Ancok, Dj., 1998. Revitalisasi Sumberdaya Manusia Dalam Era Perubahan. Telaah dan Studi Empiris: Manajemen Sumberdaya Manusia, MM-UGM, Kelola, hal. 93-106

2.     Hardjono, S., 2000. Pengalaman Sebagai Manajer Personalia (Makalah). Yogyakarta: RS Bethesda

3.     Kuntjoro, T., 2000. Pengembangan dan Pemanfaatan Kompetensi SDM Rumah Sakit (makalah). Yogyakarta: RS Bethesda

4.     Ulrich, dkk, 1999. Result-Based Leadeship. Boston: Harvard Business SchoolnPress

5.     Undang-undang RI No. 44, 2009. Undang-undang Tentang Rumah Sakit

 


Post a Comment for "PEMETAAN SDM DI RUMAH SAKIT"